Sabda-Mu Abadi | 4 Mei 2024
Dalam bukunya, How To Enjoy The Holy Bible, Pastor Leo van Beurden, OSC menyatakan bahwa tindakan Abraham mempersembahkan Ishak di gunung Moria bukan perkara gampang. Perbuatan Abraham itu disebutnya sebagai puncak perjalanan iman Abraham.
Bayangkan, setelah Abraham mengusir Ismael, anak yang pernah diyakini akan menjadi ahli warisnya itu, Allah berfirman, ”Ambillah Ishak, anakmu yang satu-satunya, yang engkau kasihi, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai kurban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kuberitahukan kepadamu” (Kej. 22:2).
Dari titah itu jelas, Allah mengakui Ishak sebagai anak tunggal yang sungguh dikasihi. Lalu, mengapa pula Allah meminta Abraham mempersembahkan Ishak sebagai kurban bakaran? Allah meminta Abraham untuk melepaskan miliknya yang paling berharga saat itu. Bagaimanapun, tidak ada lagi cadangan anak bagi Abraham. Ismael sudah diusirnya, masak hendak dipanggil kembali!
Selanjutnya, Leo van Beurden dalam bukunya menyatakan: ”Jika pada mulanya Abraham diminta untuk meninggalkan masa lalunya dan hanya berpegang kepada Allah, kini Abraham diminta untuk melepaskan masa depannya, keturunannya Ishak, dan berpegang kepada Allah saja.”
Abraham memang telah melepaskan masa lalunya, dia telah meninggalkan keluarganya, negerinya, dan sekarang Tuhan meminta dia untuk melepaskan masa depannya.
Janji Allah tentang keturunan kepada Abraham merupakan masa depan Abraham. Sesungguhnya, ini merupakan hal yang penting bagi Abraham. Bagaimanapun, pada masa itu, seseorang tanpa anak berarti tak ada lagi masa depan bagi dirinya.
Itulah yang kini diminta Allah. Jadi, pada titik ini, Abraham tidak hanya diminta Allah untuk melepaskan masa lalu, tetapi juga masa depan. Melepaskan kedua masa itu, dan berpegang teguh kepada Allah saja. Dan Abraham menyambut permintaan Allah itu karena dia sungguh-sungguh memahami siapa dirinya di hadapan Allah.
Di mata Abraham, Allah yang memanggilnya adalah Tuhan. Artinya, Abraham memahami dirinya sebagai hamba. Sebagai hamba, Abraham sangat menghargai dan ingin memberikan yang terbaik bagi Tuhannya. Agaknya, Abraham paham benar akan posisinya di hadapan Allah. Abraham adalah hamba Allah. Mungkinkah dia menolak permintaan Allah?
Abraham juga tidak ingin mengecewakan Allah. Allahlah yang telah menolongnya selama ini. Oleh karena itu, Abraham mengabulkan permintaan Allah itu, meski bukan perkara ringan. Bagaimanapun, Ishak adalah anak yang telah dijanjikan Allah. Abraham sangat mengasihinya.
Namun demikian, Abraham menyambut permintaan Allah itu dengan sebaik-baiknya. Dia tidak ingin mengecewakan Allah, yang tidak pernah mengecewakannya. Meski taruhannya adalah nyawa anaknya sendiri.
Lagi pula, Abraham percaya bahwa kehendak Tuhan, meski terkadang aneh, merupakan hal terbaik baginya. Dan Abraham belajar untuk percaya.
Dan iman Abraham itu terlihat saat dia mejawab pertanyaan Ishak tentang anak domba yang akan menjadi kurban bakaran itu. Abraham mungkin bingung menjawab pertanyaan Ishak. Bagaimana mungkin dia berkata bahwa Ishaklah yang akan dikurbankan? Dalam kebingungannya, Abraham mengucapkan pengakuan imannya, ”Allah yang akan menyediakan anak domba untuk kurban bakaran bagi-Nya, Anakku” (Kej. 22:8).
Ya, Allahlah yang menyediakan. Dan itulah yang akhirnya terjadi. Allah tidak menginginkan Ishak menjadi kurban bakaran. Allah telah menyiapkan domba jantan untuk kurban bakaran tersebut.
Allah yang menyediakan. Sesungguhnya, jalan hidup Abraham memang demikian. Allahlah yang menyediakan tempat bagi Abraham. Allahlah yang menyediakan kekuatan bagi Abraham saat dia menyelamatkan Lot dan mengalahkan raja-raja di Timur. Allahlah yang menyediakan anak bagi Abraham. Allahlah yang menyediakan apa yang dibutuhkannya. Kalau Dia hendak mengambilnya, mengapa pula harus menolak? Bukankah semuanya itu berasal dari Dia? Bukankah Tuhan yang menyediakan apa yang dimilikinya?
Allah yang menyediakan. Bukan saja bagi Abraham, tetapi juga bagi kita, yang hidup di Indonesia abad XXI ini. Ini jugalah yang perlu kita nyatakan dengan jelas kepada anak-anak kita.
Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media
Klik tautan di bawah ini untuk mendengarkan versi audio: