Berfoya-foya
Sabda-Mu Abadi | 18 Januari 2024 | Yak. 5:5
”Kamu telah hidup dalam kemewahan dan berfoya-foya di bumi, kamu telah memuaskan hatimu menjelang hari penyembelihan.”
Yakobus menegur pembaca suratnya yang hidup dalam kemewahan. Pertanyaannya, tak bolehkah orang kaya menikmati kekayaannya? Apa tidak mubazir namanya?
Tak ada salahnya menikmati kekayaan. Apalagi jika kekayaan itu diperoleh melalui keringat dan air mata. Namun, sepertinya Yakobus hendak mengingatkan orang kaya untuk tidak menikmati kekayaannya itu sendirian. Mereka hidup dalam kemewahan sekadar untuk memuaskan hati. Yang dipikirkan hanyalah diri sendiri.
Yang dilarang Yakobus adalah fokus pada diri sendiri. Agaknya, Yakobus hendak mengingatkan adanya tanggung jawab untuk membagikan apa yang dimiliki orang-orang kaya itu. Dengan kata lain ada tanggung jawab sosial.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, lema ”berfoya-foya” diartikan sebagai ”menghamburkan uang untuk tujuan bersenang-senang.” Bisa dipahami juga sebagai ”mengeluarkan uang secara berlebihan”. Dan tujuannya, sekali lagi, memuaskan keinginan hati.
Pada titik ini, bukan kebutuhan yang menjadi standar, tetapi keinginan hati. Dan keinginan hati memang tiada standarnya. Kalaupun ada batas, batasnya adalah kematian. Ya, hanya kematian yang bisa menghentikan keinginan hati seseorang.
Karena itu, mudah dinalar, mengapa Yakobus berbicara juga soal hari penyembelihan. Dalam Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini tertera: ”Kalian sudah hidup mewah dan menikmati kesenangan di dunia ini. Kalian seolah-olah sedang menggemukkan diri untuk hari penyembelihan.” Ya, bak hewan, mereka seperti sedang menggemukkan diri untuk dipotong. Sungguh kesia-siaan belaka.
Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media
Klik tautan di bawah ini untuk mendengarkan versi audio:
Foto: Unsplash/Adi G.