Galio
25 November 2022,
(Kis. 18:12-17),
”Hai orang-orang Yahudi, jika sekiranya dakwaanmu mengenai suatu pelanggaran atau kejahatan, sudahlah sepatutnya aku menerima perkaramu, tetapi kalau hal itu adalah perselisihan tentang perkataan atau nama atau hukum yang berlaku di antara kamu, maka hendaklah kamu sendiri mengurusnya; aku tidak rela menjadi hakim atas perkara yang demikian.”
Demikianlah keputusan Galio, Gubernur Akhaya, ketika orang-orang Yahudi membawa Paulus untuk diadili. Logika yang dipakai Galio masuk dinalar. Sesungguhnya dia adalah gubernur bagi semua orang yang ada di wilayahnya, tak peduli agamanya orang tersebut. Dan dia tidak merasa berhak mengadili perkara yang bersangkut paut dengan ajaran. Bahkan, dia mengusir orang-orang Yahudi yang mendakwa Paulus dari gedung pengadilan.
Namun, anehnya Galio sama sekali tidak turun tangan ketika orang-orang Yahudi yang sedang kalap menyerbu Sostenes, kepala rumah ibadat, dan memukulinya di dalam gedung pengadilan itu.
Tampaknya, Galio bukanlah orang yang berprinsip. Dia membiarkan tindakan main hakim sendiri dari kalangan orang Yahudi. Padahal, seandainya dia beranggapan bahwa semua orang yang ada dalam wilayahnya adalah rakyatnya, maka dia wajib melindungi dari tindakan kejahatan.
Di sini Galio tidak berlaku konsisten. Dia tidak mau mengadili karena itu bukan ranahnya, tetapi dia membiarkan kejahatan berlangsung di hadapannya. Sebenarnya Galio bisa saja mengadili orang-orang Yahudi tersebut. Namun, dia diam saja. Kemungkinan besar dia takut kalau-kalau orang-orang Yahudi itu malah membuat kerusuhan yang lebih hebat, yang bisa jadi akan menggoyang pemerintahannya.
Namun, Galio tidak sendirian. Sepertinya dia hanya mengikuti jejak Pontius Pilatus, yang lebih suka cuci tangan, agar tidak terjadi kerusuhan. Namun, sejarah mencatat, Pilatus pun dicopot dari jabatannya.
Yoel M. Indrasmoro
Tangan Terbuka Media
Klik tautan di bawah ini untuk mendengarkan versi audio.
Sumber Foto: Unsplash/Nicks