Jiwa Misionaris
20 November 2022,
(Kis. 17:16-18),
”Sementara Paulus menantikan mereka di Atena, sangat sedih hatinya karena ia melihat bahwa kota itu penuh dengan patung-patung berhala. Karena itu di rumah ibadat ia bertukar pikiran dengan orang-orang Yahudi dan orang-orang yang takut akan Allah, dan di pasar setiap hari dengan orang-orang yang dijumpainya di situ. Juga beberapa ahli pikir dari golongan Epikuros dan Stoa berdebat dengan dia dan ada yang berkata, “Apa yang hendak dikatakan si pembual ini?” Tetapi yang lain berkata, “Rupa-rupanya ia pemberita ajaran dewa-dewa asing.” Sebab ia memberitakan Injil tentang Yesus dan kebangkitan-Nya.”
Paulus sangat sedih hatinya melihat kenyataan bahwa Atena penuh dengan pating-patung berhala. Dia tidak bisa menahan hatinya untuk bercakap-cakap dengan orang Yahudi dan orang Yunani, yang takut akan Allah, di rumah ibadat. Tak hanya itu, Paulus sengaja ngobrol dengan orang-orang yang ditemuinya di pasar. Tentu saja, dia berusaha untuk memperkenalkan Yesus Orang Nazaret dalam percakapannya.
Tak hanya dengan kalangan biasa, Paulus juga membuka percakapan dengan beberapa filsuf dari golongan Epikuros dan Stoa. Golongan epikuros meyakini bahwa kenikmatan rohaniah lebih tinggi daripada kenikmatan jasmaniah. Sedangkan golongan stoa berpikir sebaliknya. Kaum stoa mengajarkan untuk tidak menggantungkan kebahagiaan pada hal-hal yang tidak bisa dikendalikan. Menariknya, kedua golongan yang berbeda paham itu ternyata malah bersatu padu dalam berdebat dengan Paulus.
Apa yang dilakukan Paulus memperlihatkan bahwa dia memiliki jiwa misionaris. Dia sungguh rindu semakin banyak orang yang merasakan kasih Allah. Dan karena itu, Paulus menyediakan waktu untuk bercakap-cakap dengan banyak orang dari lapisan yang berbeda.
Yoel M. Indrasmoro
Tangan Terbuka Media
Klik tautan di bawah ini untuk mendengarkan versi audio.
Sumber Foto: Unsplash/Artplus