Kamis, 26 Juni 2025 Tangan Terbuka Media berkunjung ke Lapas Kelas II A Jakarta di kawasan Pondok Bambu, Duren Sawit, Jakarta Timur. Hari itu kami tidak sendirian, kami bersama GKI Pondok Indah dan Pokja PLP PGI.
Ada yang menarik dalam kunjungan kali itu. Kami menyaksikan warga binaan melayani sebagai MC dan pemandu pujian dengan penuh antusias. Mereka memimpin kami untuk memuji Allah. Dengan alat musik keyboard yang dimainkan oleh seorang warga binaan, kami menyanyikan pujian pembuka:
”Kau satu penuh kasih. Dua penuh hikmat. Tiga penuh kuasa. Kau mulia.
Kau ada waktu suka. Ada waktu duka. Kau setia dan selalu bersamaku.
Kau membuatku tersenyum, membuatku tertawa, membuatku bahagia.
Yesus kaulah sahabat, s’lalu hadir setiap saat. Hatiku bergembira bersama-Mu, Yesusku.
Kanan, kiri, ke depan, mari semua bergoyang. Menari bergembira.
Sukacitaku dalam Kristus.”
Bisa dikatakan kami semua terlarut untuk memuji Allah. Masing-masing pribadi tentu pernah mengalami kebaikan Allah sehingga pujian itu menjadi nyata. Memang, di hadapan Allah yang kudus, tak ada yang dapat dilakukan manusia selain menyembah. Itulah juga yang kami lakukan lewat pujian berikutnya:
“Ya Tuhanku, aku hendak bernyanyi bagi-Mu selama kuhidup.
Ya Allahku, aku hendak bermazmur bagi-Mu selagi kuada.
Inilah yang kurenungkan setiap waktu.
Nyanyian pujian dan pengagungan kepada-Mu.
Biarlah manis Kaudengar Tuhan, manis Kau dengar Tuhan,
dan hatiku bersuka kar’na-Mu.”
Persekutuan siang itu berlangsung khidmat. Setiap orang yang hadir menyadari keberadaannya sebagai umat Tuhan. Itulah yang menyatukan kami. Sebagaimana tertulis dalam Kitab Suci: ”Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus” (Gal. 3:28). Sebagai umat Tuhan, kami sama-sama ingin beribadah kepada Allah dan mendengarkan sabda-Nya.
Pemberitaan Firman dilayankan oleh Pdt. Alexardo C. Saragih. Beliau mengajak kami merenungkan Roma 8:5-8. Pdt. Alex mengingatkan bahwa hidup menurut daging bukan cuma soal perbuatan-perbuatan besar yang orang lain bisa lihat. Kadang itu soal pergulatan yang tak terlihat—saat kita terus memelihara rasa sakit hati, dendam, keputusasaan, atau keinginan untuk mengendalikan semua hal. Hidup menurut daging bukan hanya soal apa yang kita lakukan, tetapi siapa yang kita izinkan memimpin pikiran dan hati kita.
Kami kembali diingatkan untuk hidup dipimpin oleh Roh Allah dari hari ke hari. Dari hidup yang dikendalikan oleh kemarahan dan penyesalan—menuju hidup yang dibimbing oleh pengampunan dan harapan.
Dalam kunjungan inilah kami serahkan 50 eksemplar buku Sungguh Dapat Dipercaya: 248 Renungan Injil Lukas. Kami berharap buku ini dapat menjadi rekan dialog saudara-saudara kita—warga binaan—dalam menjalani hari-hari mereka di Lapas Pondok Bambu. Karena mereka suka mencatat, kami menyarankan agar mereka menuliskan hasil perenungan mereka dari buku ini.
Kami juga telah menyerahkan 90 eks buku Sungguh Dapat Dipercaya untuk Lapas Kaban Jahe melalui Pdt. Rosmalia Barus dan 250 eks untuk Lapas di Medan melalui rekan kami, Sdr. Ezar Hutahaean. Mari kita terus berdoa agar melalui buku Sungguh Dapat Dipercaya: 248 Renungan Injil Lukas—dengan pertolongan Allah—Saudara-saudara kita di Lapas mengalami transformasi diri: Hidup dipimpin Roh Allah.
Citra Dewi Siahaan | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media