Lebih Berharga dari Burung Pipit
Allah memedulikan para murid, sebagaimana Allah peduli terhadap hidup burung pipit. Umat Allah tak perlu khawatir karena Allah akan setia memelihara. Itulah modal terbesar umat Allah di dunia ini.
Allah memedulikan para murid, sebagaimana Allah peduli terhadap hidup burung pipit. Umat Allah tak perlu khawatir karena Allah akan setia memelihara. Itulah modal terbesar umat Allah di dunia ini.
Kita seharusnya tidak cukup puas menjadi orang yang dilayani dan diperhatikan Allah. Kita harus menjadi pihak yang melayani dan memperhatikan sesama. Kita dipanggil untuk memperhatikan orang lain pula, khususnya mereka yang tidak mampu memperhatikan dirinya sendiri.
Tak dapat dipungkiri, kisah Abram ialah kisah iman. Kisah Abram ialah kisah seseorang yang memercayakan diri bukan kepada diri sendiri tetapi kepada Pribadi di luar dirinya. Dan memercayakan diri kepada Pribadi di luar kita sejatinya merupakan gerakan iman.
Allah Tritunggal menyertai kita! Karena itu, marilah kita menolong orang lain juga untuk merasakan penyertaan Allah. Sehingga, makin banyak orang yang pada akhirnya boleh berkata, ”Terpujilah Allah—Bapa dan Anak dan Roh Kudus.”
Persoalan terbesar manusia ialah lebih suka membicarakan diri sendiri—entah kekuatan maupun kelemahan diri. Ujung-ujungnya: jika bukan pemujaan, ya pengasihanan diri. Dan itu tidak terjadi di Pentakosta. Mereka mempercakapkan karya Allah dalam diri Yesus Kristus.
Kita adalah milik Allah. Alasan inilah yang semestinya membuat kita berseru bersama Daud: ”Bernyanyilah bagi Allah, bermazmur bagi nama-Nya, tinggikanlah Dia yang mengendarai awan! Nama-Nya ialah TUHAN; beria-rialah di hadapan-Nya!” (Mzm. 68:5). Ya, beria-rialah di hadapan-Nya!
Tuhan menyertai kita baik di bumi maupun di surga! Dan pada titik inilah kita sungguh-sungguh bisa memahami bahwa perpisahan dengan Yesus tidak membawa dukacita, tetapi sungguh membawa sukacita. Dan tugas kita sekarang adalah saling menguatkan dan saling memberikan penghiburan!
Jika hati kita kotor, kotor pulalah mulut kita. Mata pun jadi suka melihat yang kotor-kotor dan kaki pun melangkahkan diri ke tempat yang kotor. Dan akhirnya seluruh badan jadi kotor seluruhnya.
Hingga akhir hidupnya, Stefanus setia. Sebagaimana Sang Guru, diaken itu berusaha menjaga kualitas hidupnya hingga akhir. Ia adalah salah satu batu hidup, yang digunakan untuk pembangunan rumah rohani di surga. Nama Stefanus sendiri berarti mahkota. Kehidupan dan kematiannya membuat dia beroleh mahkota kehidupan. Sebab ia telah memelihara iman.
Masalahnya, bukan bisa atau enggak; tetapi apakah kita mau melakukannya? Dan jangan tunggu orang lain melakukannya, namun baiklah kita mulai melakukannya! Dimulai dari diri kita!