Tangan Terbuka Media
Tangan Terbuka Media
Nama memuat program. Dalam nama terkandung visi dan misi. Nama juga adalah karya. Sehingga ketika orang bertanya, ”Siapakah engkau?”; kita bisa menjawab tak hanya dengan kata benda, tetapi juga kata kerja. Nama sebaiknya menjadi sesuatu yang operasional, yang mendorong si pemilik nama hidup seturut namanya. Demikianlah alasan keberadaan Tangan Terbuka Media.
Hidup manusia dimulai dengan tangan terbuka. Siap menerima. Menerima segala—apa yang diberikan Allah kepadanya. Sikap tangan terbuka itulah yang membuatnya hidup. Hidup memang anugerah. Tak ada manusia yang memulai sesuatu untuk mendapatkan hidup itu sendiri.
Jelaslah bahwa hidup manusia juga dimulai dengan tangan terbuka Allah. Pribadi yang memberi, dan selalu memberi. Seandainya tangan Allah tertutup, apa jadinya dunia ini? Untunglah tangan Allah senantiasa terbuka. Dan tentu saja, tangan terbuka merupakan cerminan hati terbuka.
Itulah yang dilakukan Allah saat memulai segalanya. Kisah penciptaan adalah kisah tangan terbuka. Allah mencipta. Allah berkarya. Dan itu hanya mungkin dengan tangan terbuka. Allah memelihara ciptaan-Nya. Dan itu dimulai dengan tangan terbuka. Dan tangan terbuka itulah yang dinyatakan-Nya secara fisik dalam proses pembaruan manusia—ketika tangan-Nya terentang di atas kayu salib. Simbolik memang. Namun, tangan terbuka—yang juga terluka itu—terkesan hendak merangkul semua manusia.
Tangan terbuka juga bisa dipandang sebagai jalan hidup. Hidup yang mau menerima dan serentak dengan itu juga mau memberi sebagaimana Allah. Hidup yang rindu telapak tangan menghadap ke atas sekaligus menghadap ke bawah. Seimbang. Sebab hidup perlu keseimbangan. Dan kehidupan sendiri memang seimbang.
Nah, Tangan Terbuka sebagai lembaga komunikasi berupaya untuk menghidupi jalan macam begini dalam laku lembaganya dan mengajak semakin banyak orang menapaki jalan ini.
Komunikasi sendiri mensyaratkan keseimbangan ini, tak hanya mendengar, tetapi juga berbicara. Mendengar apa yang dikatakan Allah, bisa langsung menanggapi, tetapi juga bisa membicarakan apa yang dikatakan Allah itu kepada sesama. Selanjutnya sesama sendiri bisa langsung menanggapi Allah secara langsung, tetapi juga bisa memperbincangkannya lagi.
Praktisnya, Tangan Terbuka sebagai lembaga komunikasi bisa membuat konten sebagai tanggapan terhadap firman Allah. Konten itulah yang disebarkan kepada mitra, yang bisa menyebarkannya lagi kepada para mitra lainnya sehingga makin banyak orang mendengarkan dan menghidupi firman Allah. Dan tentu baik jika para mitra pun membuat konten yang akan menggarami dunia digital.
Atau, Tangan Terbuka sebagai lembaga komunikasi bisa membuat buku sebagai tanggapan terhadap firman Allah. Buku itu disebarkan kepada para mitra. Pada gilirannya para mitra bisa membeli buku tersebut atau memberi buku tersebut bagi mitra lainnya (donasi buku). Atau—ini yang sungguh diharapkan—para mitra juga terlibat dalam membuat, membeli, dan memberi buku. Yang pada gilirannya akan memperkaya pustaka rohani Indonesia.
Pada titik ini, Tangan Terbuka sebagai lembaga komunikasi dipanggil pula menjadi ruang belajar bagi para mitra untuk mampu berkomunikasi via media baik cetak maupun online. Bagaimanapun, baik cetak maupun online cuma wahana. Yang penting Injil dilayankan. Ya, ”melayankan Injil melalui media” adalah moto Tangan Terbuka Media.
Yoel M. Indrasmoro