Pada waktu membaca Matius 10:41-42 saya menemukan satu frasa yang tak mudah saya lupakan: “Siapa saja yang memberi air sejuk secangkir saja pun kepada salah seorang yang kecil ini, karena ia murid-Ku, sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Ia tidak akan kehilangan upahnya. Menarik diperhatikan, hal menyambut yang disoroti mulai dari menyambut seorang nabi, orang benar, hingga salah seorang yang kecil sekalipun—bahkan hanya dengan memberi secangkir air saja—baginya ada upah melayani yang tidak sia-sia.
Perikop dalam Matius 10 berpusat pada pemanggilan dan pengutusan para murid. Seruan misi Sang Guru diperdengarkan, “Pergilah dan beritakanlah: Kerajaan Surga sudah dekat” (Mat. 10:7). Kemudian disusul dengan nasihat yang panjang dan rinci disertai pemberian otoritas. Mereka pun kembali dengan sebuah kisah sukses pelayanan perdana.
Pelayanan yang dilakukan para murid sekaligus mewakili kehadiran Sang Guru. Mereka bertindak layaknya para nabi, menyampaikam kebenaran dan berbagai mujijzat. Lalu Tuhan mengingatkan, upah dan sukacita pelayanan tidak sekadar apa yang dapat mereka lakukan, tetapi karena nama mereka terdaftar di Surga.
Beberapa kali Tuhan Yesus mengatakan kepada para murid-Nya, “… upahmu besar di Surga.” Mungkin sulit dibayangkan upah apakah itu, apakah sedikit atau berlimpah, dan sepertinya akan tetap jadi misteri.
Hal menarik lain yang dipaparkan dalam perikop ini, Tuhan Yesus tidak sekadar memberikan perintah dan kuasa-Nya, tetapi kehadiran dan pekerjaan pelayanan para murid seolah hanya menjalankan misi perwakilan. Ketika orang menyambut pelayanan para murid, dia sedang menyambut Sang Guru, dan itu juga berarti sedang menyambut Tuhan yang mengutus mereka.
Semua orang mendapat upahnya, baik para murid juga orang-orang yang menerima dan menyambut misi perwakilan tersebut, bahkan seseorang yang paling kecil sekalipun. Mengapa? karena dia adalah murid yang diutus.
Secangkir Air Sejuk
Dalam Ibadah Syukur Pelayanan Penjara bersama para mitra POKJA PLP PGI, diberi ruang kesaksian bagi para mantan warga binaan. Mereka berkisah tentang bagaimana menjalani “sekolah kehidupan” di penjara. Lalu di akhir kesakaian disampaikan pesan, “Jangan jemu-jemu melayani dalam penjara.”
Mereka bercerita tentang perubahan hidup yang mereka alami. Bagaimana persekutuan dan pelayanan di Gereja LAPAS telah membantu mereka mengalami pembentukan Tuhan, hingga mereka akhirnya keluar dari penjara. Beberapa dari mereka kini menjadi relawan yang melayani warga binaan lainnya.
Dalam pelayanan gerejawi, termasuk pelayanan penjara, dilakukan dengan kerelaan baik oleh para pendeta maupun jemaat awam yang terlibat. Bisa dikatakan mereka adalah utusan Sang Guru—yang dengan sebaik-baiknya meghadirkan cinta kasih Sang Guru—baik dalam pengajaran, maupun dalam dialog yang mungkin bisa terbangun.
Bisa jadi para warga binaan adalah murid yang sedang dipersiapkan Tuhan dalam kehidupannya yang baru. Kehadiran pelayanan penjara sebagai wujud tangan-tangan yang setia menyediakan segelas air sejuk. Seorang yang kecil diubah dan dipersiapkan Sang Guru untuk tugas mendatang.
Semua mendapatkan upah yang menjadi bagiannya dari Sang Guru, baik para murid, orang-orang yang menyambut, dan tangan yang menyediakan secangkir air sejuk bagi salah seorang murid-Nya.
Siapkah kita untuk terlibat dalam pelayanan yang diperintahkan Sang Guru?
Kris Hidayat | Tangan Terbuka Media
Foto: Unsplash/Larry Farr