Bersukacitalah karena TUHAN, hai orang-orang benar, dan pujilah nama-Nya yang kudus (Mzm 97:12). Demikianlah ajakan pemazmur kepada setiap orang yang mengaku diri sebagai umat Tuhan. Pemazmur mengajak setiap orang percaya untuk bersukacita. Dan Allahlah yang menjadi alasan mereka untuk bersukacita. Jadi, alasan sukacita di sini bukanlah diri sendiri atau keadaan diri sendiri, tetapi karena Allah.
Dalam Alkitab BIS tertulis demikian: Bergembiralah, hai orang-orang yang tulus hati karena apa yang telah dilakukan TUHAN, dan bersyukurlah kepada Allah yang suci. Jadi, yang dimaksud dengan bergembira di sini ialah bergembira atas apa yang dilakukan Tuhan. Sekali lagi, bergembira karena apa yang dilakukan Tuhan.
Berkait dengan apa yang dilakukan Allah, jelas di sini perlunya kerelaan untuk menerima apa yang dilakukan-Nya bagi kita. Mengapa? Sebab, sering terjadi apa yang dilakukan Allah memang tak sesuai dengan apa yang kita harapkan!
Mari kita berhenti sejenak dan bertanya! Apakah yang biasa menjadi alasan kita saat bersyukur kepada Tuhan? Atau, jika kita perlu mengadakan ibadah syukur, bukankah kebanyakan yang menjadi alasan adalah apa yang baik menurut kita. Ketika bisnis lancar, sukses studi, rumah baru, tubuh sehat, baru sembuh dari sakit! Jarang bukan, ibadah syukur karena penyakit yang kita terima!
Itu tidak sepenuhnya salah. Namun, yang pasti kurang utuh. Pemazmur menolong kita untuk tidak hanya bersyukur atas apa yang baik dalam pandangan manusia, tetapi juga atas apa yang buruk dalam pandangan manusia.
Pemazmur mengajak umat percaya untuk bersukacita karena Allah satu alasan: Dialah Raja Semesta. Itulah satu-satunya alasan. Allah adalah Raja Semesta! Saudara dan saya adalah hamba-Nya. Bersukacita atas apa yang dilakukan Allah, entah baik atau buruk dalam pandangan manusia, merupakan hal logis, lumrah, biasa. Sekali lagi, karena Allah Raja Semesta dan kita hamba!
Paulus dan Silas
Bisa saja kita protes dalam hati: mungkinkah itu terjadi? Jawabnya: mungkin. Kisah Paulus dan Silas dalam penjara di Filipi dapat menjadi teladan di sini.
Lukas sebagai penulis Kisah Para Rasul mencatat dengan baik apa yang dilakukan Paulus terhadap seorang hamba perempuan yang mempunyai roh tenung. Dalam Alkitab BIS dijelaskan bahwa perempuan itu dikuasai roh jahat sehingga mampu meramal apa yang akan terjadi di masa depan.
Menarik bukan? Ada seorang hamba perempuan yang punya kemampuan untuk melihat masa depan sehingga orang bisa meramal nasib kepadanya. Dan yang lebih menarik lagi, ada bayarannya! Tak heran, jika perempuan itu menjadi tambang emas bagi majikannya!
Kita tidak tahu berapa ampuhnya ramalan perempuan itu. Namun, yang namanya ramalan itu tak beda dengan peluang dalam ilmu matematika. Wilayahnya luas dari mustahil hingga pasti. Dan ketika suatu ramalan menjadi kenyataan, orang akan lupa dengan sejumlah besar ramalan yang tidak menjadi kenyataan. Yang pasti, bayarannya akan semakin tinggi.
Dan Paulus membebaskan perempuan itu dari roh jahat. Itu berarti tutuplah usaha ramalan majikannya. Tambang emas telah musnah. Sehingga majikan itu, yang merasa bangkrut usahanya, menjebloskan Paulus dan Silas ke dalam penjara. Alasannya, tentu saja bukan usahanya yang bangkrut, tetapi karena Paulus dan Silas dianggap sebagai pembawa ajaran sesat.
Mengeluhkah Paulus? Tampaknya tidak! Paulus dan Silas malah memperlihatkan suasana gembira. Penjara tidak menjadikan mereka muram. Keterkekangan tidak membuat hati mereka gundah. Mengapa? Saya menduga karena mereka percaya bahwa Allah adalah raja semesta.
Allah mengetahui apa yang terjadi atas diri mereka. Allah tidak meninggalkan mereka. Paulus dan Silas meyakini bahwa penjara tidak akan memisahkan mereka dari Allah. Bahkan, mereka meyakini kepenjaraan itu sebagai sarana bagi mereka untuk memberitakan injil. Buktinya, ketika belenggu mereka lepas, dan narapidana lainnya berhamburan keluar, Paulus dan Silas tetap tinggal.
Paulus dan Silas agaknya memahami bahwa di mana pun mereka berada mereka senantiasa berada dalam persekutuan dengan Allah! Memang apa yang mereka alami merupakan hal yang buruk dalam pandangan manusia. Tetapi mereka kelihatannya sadar juga bahwa apa yang mereka alami itu merupakan kesempatan bagi mereka untuk memperlihatkan jati diri mereka sebagai murid Kristus.
Saya rasa, apa yang mereka perlihatkan itu tentulah membuat heran narapidana lainnya dan juga kepala penjara itu. Mungkin saja, kepala penjara itu bertanya-tanya mengapa kedua orang itu tidak cemberut atau marah, namun bersukacita?
Yang lebih mengherankan kepala penjara itu ialah mengapa kedua orang itu tidak lari keluar ketika gempa bumi menghancurkan penjara tersebut? Tentunya, ada sesuatu yang lain dalam diri kedua orang itu. Sehingga pertanyaan kepala penjara itu – ”Tuan-tuan, apa yang harus aku perbuat, supaya aku diselamatkan?” – menjadi sangat relevan! Dan pertanyaan kepala penjara itu pulalah yang menjadi pintu masuk bagi Paulus untuk mewartakan kabar baik!
Bersucita atas apa yang dilakukan Allah, entah baik atau buruk dalam pandangan manusia, itu pulalah yang hendak diperlihatkan Paulus dan Silas. Mereka berdua hendak menyatakan apa pun keadaan mereka tidak dapat memisahkan mereka dari kasih Allah. Apa pun kondisi mereka, mereka tetap berada dalam persekutuan dengan Kristus.
Doa Tuhan Yesus
Persekutuan antara Allah dan manusia itulah yang ditekankan Tuhan Yesus dalam doa-Nya. Perhatikan kembali Doa Tuhan Yesus: ”Aku mau supaya, di mana Aku berada, mereka juga berada bersama Aku.” (Yoh. 17:24). Inilah doa Yesus. Inilah kehendak Tuhan kita: di mana Dia ada, di situ kita ada! Inilah persekutuan sejati.
Bayangkan, sekali lagi! Ini bukan mau kita. Ini maunya Tuhan Yesus agar kita senantiasa ada bersama Dia. Inilah persekutuan sejati. Itu jugalah yang dinyatakan ayat pamungkas Alkitab: Anugerah Tuhan Yesus Kristus menyertai kamu sekalian!
Yoel M. Indrasmoro
Foto: Istimewa