Kasih itu percaya. Kasih berarti memercayai. Itu tampak jelas dalam panggilan Yeremia.
Perhatikan: ”Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa.” (Yer. 1:5).
Panggilan Yeremia
Panggilan Allah kepada Yeremia memperlihatkan kepada kita beberapa hal penting. Pertama, Allahlah yang memanggil Yeremia. Yeremia tidak memanggil dirinya sendiri. Yeremia tidak mengajukan diri. Yeremia tidak melamar. Tetapi, Allahlah yang memanggil Yeremia. Allah yang berinisiatif. Allahlah yang ”melamar”.
Kedua, panggilan Yeremia tanpa kualifikasi. Bukan persyaratan yang diajukan Allah, melainkan pernyataan. Pernyataan-Nya ialah Allah telah menetapkan Yeremia sebagai nabi sebelum membentuk Yeremia.
Tersirat di sini, sebelum Allah membentuk Yeremia (lih pula Mzm 71:6), Dia telah menetapkan Yeremia untuk menjadi nabi Allah. Kalau perusahaan biasanya mencari orang yang sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Allah membentuk orang agar sesuai dengan karya yang telah ditetapkan Allah baginya.
Ketiga, Yeremia dipanggil Allah untuk bekerja. Tidak ada yang dipanggil untuk berpangku tangan menjadi penganggur. Mereka dipanggil untuk berkarya.
Dengan kata lain, Allah telah menetapkan seseorang untuk melakukan sebuah karya tertentu. Karena telah menetapkannya, Allah menciptakan orang tersebut agar mampu mengerjakan tugas yang telah dipersiapkan sebelumnya.
Sehingga, sanggahan Yeremia—”Ah, Tuhan ALLAH! Sesungguhnya aku tidak pandai berbicara, sebab aku ini masih muda.”— menjadi sangat tidak relevan. Pengakuan Yeremia bahwa dia tidak pandai bicara tidak lagi menjadi soal karena Allah telah melengkapinya dengan kemampuan di bidang lain. Bahkan, kalau Yeremia merasa tidak punya kepandaian apa pun, yang juga perlu diingat ialah Allah telah menetapkannya sebelum dia lahir. Artinya, Allah telah menyiapkan Yeremia untuk dapat memenuhi panggilannya itu.
Bahkan, yang juga menarik untuk disimak, Allah telah siap menambal kekurangan Yeremia tadi. Perhatikan kembali janji Tuhan ini: ”Sesungguhnya, Aku menaruh perkataan-perkataan-Ku ke dalam mulutmu.” (Yer. 1:9). Yeremia tidak perlu kepandaian bicara karena Allah sendirilah yang akan menaruh perkataan-perkataan-Nya ke dalam mulut Yeremia.
Tersurat bahwa Yeremia tak perlu menyusun bahan pembicaraan. Allah sendiri telah menempatkan bahan pembicaraan itu pada mulut Yeremia. Dengan kata lain, Yeremia tinggal membuka mulutnya saja. Persoalan tentulah menjadi lain seandainya Yeremia mengunci mulutnya sendiri. Jadi, Yeremia tinggal membuka mulutnya saja karena bahan pembicaraan telah dipersiapkan Allah.
Dia atas semuanya itu, Allah memang mengasihi Yeremia. Buktinya Allah memercayakan pekerjaan-Nya kepada Yeremia. Kasih itu berarti percaya. Dalam Alkitab Bahasa Indonesia Sederhana, ”Kasih itu tidak akan berhenti percaya” (1 Kor. 13:7).
Panggilan Kita
Pertanyaannya sekarang ialah apakah Saudara dipanggil Allah? Panggilan Allah tidak berarti bahwa Allah sendirilah yang harus berbicara kepada Saudara. Allah bisa memanggil melalui orang lain, gereja-Nya, atau instansi lain. Dan panggilan Allah juga tidak berarti bahwa Anda harus melakukan suatu kegiatan rohani. Jangan batasi panggilan Tuhan pada kegiatan gerejawi saja!
Saya hendak menegaskan di sini bahwa pekerjaan sekuler pun harus kita pandang sebagai panggilan Allah. Bahkan, itulah panggilan khusus Allah bagi Saudara. Pertanyaannya: Apakah Saudara mengamini bahwa pekerjaan Saudara merupakan panggilan khusus Allah dalam diri Saudara? Ini tidak hanya untuk orang yang bekerja formal atau kantoran, ibu rumah tangga, juga pensiunan pun, merupakan panggilan Tuhan!
Sebagai orang yang dipanggil Allah, kita pun harus senantiasa siap menyatakan apa yang Tuhan kehendaki! Menjadi nabi berarti siap menerangi dan menggarami tempat kerja Saudara! Menjadi nabi Allah berarti menyatakan kasih Allah di mana pun Tuhan menempatkan kita! Pada titik ini, seseorang tidak dipanggil untuk menikmati kasih Allah sendirian, tetapi menyatakan kasih Allah di mana pun dia berada.
Karena itu, panggilan kita adalah memahami dan sekaligus menghidupi bahwa semua yang kita lakukan tak ada artinya tanpa kasih. Dan kasih itu, dalam Alkitab Bahasa Indonesia Sederhana, ”selalu memikirkan kepentingan orang lain lebih dahulu, baru kepentingannya sendiri. Ia tidak cepat tersinggung dan tidak suka mendendam” (1Kor. 13:5).
Panggilan Yesus
Itu pulalah yang dilakukan Yesus dari Nazaret. Meski Dia tahu adanya kemungkinan penolakan dari orang Nazaret, toh Yesus tetap menyatakan kasih Allah di tempat Dia tumbuh dan berkembang (Luk. 4:21-30).
Itulah yang terjadi. Orang-orang Nazaret heran akan ketiadaan penyembuhan di kota mereka. Mungkin mereka bingung mengapa Yesus tidak melakukan satu mukjizat pun. Dengan kata lain, jika Yesus melakukan penyembuhan di banyak tempat, masak Dia tidak mau mengadakan mukjizat di kota-Nya sendiri.
Tampaknya mereka ingin Yesus membuktikan diri-Nya sebagai pembuat mukjizat. Selama ini mereka hanya mendengar kehebatan-Nya. Mereka ingin bukti! Mereka ingin memuaskan keinginan mereka. Dan untuk semua alasan itu, Yesus hanya punya satu jawaban: tidak. Pada titik ini Yesus tidak tergoda untuk membuktikan diri.
Di sini Yesus tidak melakukan sesuatu seturut kata orang. Yesus merupakan pribadi merdeka. Namun, itu tidak berarti bersikap dan bertindak sesukanya. Bagaimanapun, Yesus merupakan pribadi yang taat kepada Bapa-Nya.
Kalau Yesus melakukan mukjizat, itu bukan untuk memuaskan keinginan manusia, melainkan agar makin banyak orang mengenal dan memuliakan Allah. Jika kita perhatikan, pada akhir kisah mukjizat selalu ada setidaknya satu orang yang bersyukur kepada Allah. Jadi, mukjizat itu bukan buat pamer. Bukan untuk mendapatkan tepuk tangan. Yesus tidak sembarang membuat mukjizat.
Ketiadaan mukjizat di Nazaret tidak berarti Yesus tidak mengasihi orang-orang Nazaret. Namun, Yesus hendak mengoreksi cara berpikir orang-orang Nazaret itu. Bahkan ketika orang Nazaret menuntut dengan keras, Yesus dengan sabar tidak mau meladeni permintaan itu. Ya, kasih itu sabar (1Kor. 13:4)!
Dan ketika orang-orang Nazaret yang begitu marah itu hendak melemparkan Yesus dari tebing, Guru dari Nazaret itu tetap sabar menanggung segala sesuatu (1Kor 13:7). Dia tidak membunuh orang-orang Nazaret itu. Yesus sungguh-sungguh mengasihi mereka.
Ada tiga panggilan dalam leksionari kita, juga empat jika kita perhitungkan Paulus. Ada panggilan Yeremia, panggilan Yesus, panggilan Paulus, juga panggilan Kita. Dalam semua ini kasih semestinya menjadi dasarnya.
Ya, kasih itu percaya. Kasih berarti memercayai. Dan panggilan kita juga adalah memercayai Allah yang telah terlebih dahulu memercayai kita.
Yoel M. Indrasmoro
Foto: Istimewa