Site icon Tangan Terbuka Media

Pembaruan di Sikhem

Sabda-Mu Abadi | 26 November 2023 | Yos. 24:1-28

Ini bukan kisah baru. Musa, hamba TUHAN itu, pernah menantang umat Israel untuk mengambil sikap. Dan kini, sebelum ajal tiba, Yosua mengingatkan Israel untuk tetap setia kepada Tuhan. Mengapa?

Pertama, Yosua mengenal sifat bangsanya. Dalam hubungan dengan Tuhan, umat Allah itu sering angin-anginan. Jika keadaan baik, mereka getol memuliakan Tuhan. Namun, ketika suasana hidup menyulit, sikap pun berubah. Padahal kehambaan seseorang tidak ditentukan oleh baik buruknya hidup. Dalam situasi dan kondisi apa pun, seorang hamba harus tetap menjalani kehidupannya sebagai hamba, tanpa syarat.

Kedua, Yosua mengasihi Israel. Kenyataan bahwa Israel sering plin plan tidak membuat Yosua bersikap masa bodoh. Kenyataan ini membuat Yosua mendorong Israel untuk mengambil sikap. Yosua mengajak Israel merenungkan kembali hubungan mereka dengan Tuhan. Yosua sendiri telah mengambil langkah tegas. Di hadapan bangsanya dia mengaku, ”Tetapi, aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN” (Yos. 24:15).

Dengan pernyataan itu, Yosua beserta keluarganya memahami diri sebagai hamba Allah. Tak ada jalan lain bagi mereka kecuali beribadah kepada Allah. Kehambaan seseorang memang dibuktikan dengan kenyataan kepada siapa dia tunduk. Kehambaan tidak ditentukan oleh apa yang dikatakan, tetapi apa yang dilakukan. Siapakah kita? Jawaban dari pertanyaan ini akan membuat kita hidup berdasarkan jawaban tersebut.

Pembaruan perjanjian di Sikhem merupakan cara Yosua untuk mengingatkan umat Israel akan jati diri mereka. Yosua menantang Israel. Namun, tantangan itu tidak hanya kepada Israel. Yosua telah lebih dahulu menantang dirinya. Dan jawabnya, dalam Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini, ”Tetapi kami—saya dan keluarga saya—akan mengabdi hanya kepada TUHAN.

Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media

Klik tautan di bawah ini untuk mendengarkan versi audio:

Foto: Unsplash/James Barr

Exit mobile version