Site icon Tangan Terbuka Media

Penipuan Terencana

Sabda-Mu Abadi | 29 April 2024

“Ketika ada kelaparan di negeri itu….” Demikianlah catatan awal penulis Kitab Kejadian berkait kisah pengungsian Abram dan Sarai, istrinya, ke Mesir (lih. Kej. 12:10-20). Catatan ini memperlihatkan bahwa orang percaya tidak bebas dari masalah. Saat masalah menerpa, apakah yang akan dilakukan orang percaya?

Ketika bencana kelaparan melanda, Abram mengungsi ke Mesir. Dia bergerak. Dia mencari makanan. Bagaimanapun, tetap tinggal di Kanaan merupakan tindakan konyol. Abram pun tak ingin mati konyol. Karena itulah, dia mengungsi.

Ini tindakan logis. Dan tampaknya Allah merestuinya. Bagaimanapun, Allah memperlengkapi manusia dengan akal budi. Dan perlengkapan itu harus digunakan sebagaimana mestinya.

Digunakan istilah ”mestinya” karena tindakan Abram yang kedua semestinya tidak hanya bertumpu pada akal budi. Abram meminta Sarai mengakui sebagai adik Abram untuk menghindari kemungkinan pembunuhan atas diri Abram. Sejatinya ini penipuan terencana, yang bertumpu pada akal budi semata.

Dari sudut logika, tindakan Abram masuk akal. Namun, jika ditelaah lebih dalam, semuanya berpusat pada ego Abram. Karena takut dibunuh, Abram ingin istrinya berbohong.

Sesungguhnya ini persoalan integritas. Abram, orang percaya itu, ternyata lebih memercayai dirinya sendiri ketimbang Allah. Menarik disimak, Abram sedikit pun tidak melibatkan Allah.

Memang akal budi merupakan karunia Allah. Akan tetapi, memercayakan diri sepenuhnya pada akal budi bukanlah tindakan iman. Bahkan, menyepelekan Allah.

Perkiraan Abram tak sepenuhnya salah. Firaun yang sangat mengingini Sarai berusaha menjamu Abram dengan banyak hal baik. Pada titik ini bahaya yang mengancam Abram tentu tidak kecil. Firaun adalah penguasa, yang bisa melakukan segala sesuatu. Agaknya, inilah yang dilupa­kan Abram. Abram berharap bahwa dia tidak dibunuh oleh orang Mesir karena kecantikan Sarai. Namun, Abram tidak memperhitungkan Firaun.

Firaun akhirnya malah mengajar Abram soal integritas. Dan di hadapan Firaun Abram hanya diam. Memang tidak ada yang dapat dia lakukan untuk membela dirinya. Ditinjau dari segi mana pun, Abram salah. Dan kesalahan Abram itu ternyata berpengaruh luas. Abram yang salah, tetapi Firaun dan seluruh istananya kena tulah sebagaimana peribahasa: seorang makan cempedak, yang lain kena getahnya.

Abram bersalah karena memandang rendah orang Mesir. Abram berpikir, orang-orang Mesir pastilah akan membunuhnya karena kecantikan Sarai. Ternyata tidak. Orang Mesir, bahkan Firaun, sangat menghargai ikatan perkawinan.

Yang pasti, Abram telah menyepelekan Allah. Dia hanya bertumpu pada akal budinya. Pada titik ini Abram bukan teladan yang baik. Dan kiranya hal macam begini tidak terjadi dalam keluarga kita.

Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media

Klik tautan di bawah ini untuk mendengarkan versi audio:

Foto: Unsplash/Mahdi R.

Exit mobile version