Sabda-Mu Abadi | 19 Februari 2025 | Mrk. 12:18-27
”Pada waktu kebangkitan, ketika mereka bangkit, siapakah yang menjadi suami perempuan itu? Sebab, ketujuhnya telah beristrikan dia” (Mrk. 12:23).
Demikianlah pertanyaan orang-orang Saduki kepada Yesus. Sejatinya, pertanyaan itu timbul bukan karena mau tahu. Mereka hanya ingin mendapatkan peneguhan akan kepercayaan yang dianut. Orang Saduki tidak percaya akan kebangkitan. Dan mereka yakin kasus yang mereka ajukan akan membuat Guru dari Nazaret itu mau tak mau mengakui bahwa orang mati tidak akan pernah bangkit.
Pada masa itu masyarakat Yahudi terbagi dalam tiga golongan. Pertama, golongan Farisi yang sangat menaati perintah Taurat secara rinci. Kedua, golongan Eseni yang mengundurkan diri dari keramaian untuk menyatukan diri dengan Allah dalam doa dan meditasi. Ketiga, golongan Saduki yang terkesan liberal dan kerap melanggar Taurat.
Dengan tegas Yesus berkata, ”Ia bukanlah Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup” (Mrk. 12:27). Yesus sepertinya hendak menyatakan bahwa orang Saduki berpikir menurut pikiran manusia. Orang yang hidup di dunia untuk Allah akan mengalami hidup kekal yang ditujukan bagi Allah. Mereka hidup abadi untuk Allah.
Di sinilah letak masalahnya: orang Saduki tidak ingin hidup untuk Allah, namun di luar aturan Allah. Dan ketidakinginan hidup bagi Allah—seturut dengan kehendak Allah—di dunialah yang membuat mereka akhirnya mengembangkan ajaran bahwa orang mati tidak akan bangkit lagi.
Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media Anda
Berikut tautan untuk mendengarkan versi siniar:
n.b.: Dukung pelayanan digital via BCA-3423568450-Tangan Terbuka Media!