Pentingnya Buku
1 September 2022
(Kis. 1:1-2)
”Hai Teofilus, dalam bukuku yang pertama aku menulis tentang segala sesuatu yang dikerjakan dan diajarkan Yesus Kristus, sampai pada hari Ia terangkat.”
Demikianlah inti Injil Lukas: segala sesuatu yang dikerjakan dan diajarkan Yesus Kristus. Sang Guru dari Nazaret itu tidak diperkenalkan hanya sebagai tukang ngomong, tetapi juga pribadi yang bertindak.
Berkait pengajaran, siapakah orang yang tak tersentuh mendengar kisah penerimaan Sang Bapa terhadap anak bungsu yang telah meninggalkannya? Siapa pula yang tidak merasa iri dan marah—bersama si sulung—menyaksikan kebaikan hati Sang Bapa?
Sehubungan perbuatan, siapa pula yang tak terharu menyaksikan bagaimana Yesus Orang Nazaret menerima Zakheus apa adanya? Bahkan, telah meniatkan diri untuk menumpang di rumah pemungut cukai itu. Dan masih merasa perlu membela Zakheus di hadapan orang-orang yang tak senang dengan pertobatannya.
Sejatinya ajaran Yesus Kristus merupakan kristalisasi karya-Nya; dan karya Yesus merupakan bukti nyata ajaran-Nya. Yesus Orang Nazaret adalah Sabda yang menjadi daging. Ajaran-Nya berwujud dalam karya-Nya.
Menarik disimak, cerita ”Anak yang Hilang” dan peristiwa pertobatan Zakheus tadi memang hanya ada dalam Injil Lukas. Dan pada mulanya buku itu memang bukan untuk konsumsi banyak orang, tetapi hanya untuk Teofilus seorang. Lukas sengaja membuat Injilnya bukan agar Teofilus menjadi Kristen, namun agar Teofilus makin teguh dalam percayanya. Dengan kata lain, Lukas fokus pada pembinaan iman Teofilus. Sehingga dia merasa perlu membuat buku keduanya.
Tampaknya Lukas memahami pentingnya buku dalam hidup manusia. Buku yang baik pasti membarukan hati, mencerdaskan pikiran, juga menggerakkan para pembacanya untuk melakukan sesuatu. Injil Lukas adalah salah satunya. Dan Kisah Para Rasul adalah salah duanya.
Yoel M. Indrasmoro
Tangan Terbuka Media