Syarat Pengawas Jemaat
Sabda-Mu Abadi | 2 Juni 2023 | 1Tim. 3:2-3
”Karena itu, pengawas jemaat haruslah seorang yang tak bercela, mempunyai hanya satu istri, dapat menahan diri, bijaksana, sopan, suka memberi tumpangan, pandai mengajar orang, bukan peminum, bukan pemarah melainkan peramah, cinta damai, bukan hamba uang?”
Demikianlah syarat bagi jabatan pengawas jemaat atau penatua. Pekerjaan mulia butuh kualifikasi mulia. Jika tidak demikian, hanya akan menggerus kemuliaan dari pekerjaan itu sendiri.
Pertama, tak bercela. Dalam Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini tertera: ”haruslah orang yang tanpa cela.” Apakah itu berarti orang berdosa, yang bersalah tak boleh menjadi pemimpin jemaat? Tentu tidak.
Jika orang itu pernah berbuat salah, lalu mengakui kesalahannya dan memohon Allah mengampuni kesalahannya dan dilakukan di hadapan jemaat, kita boleh berani menyatakan bahwa orang itu tak bercela.
Mengapa? Karena dia telah memohon pengampunan Allah atas segala dosanya. Yang pasti bercela adalah orang yang diam-diam melakukan kejahatan, namun merasa benar.
Kedua, mempunyai hanya satu istri. Lebih dari satu istri, di samping melanggar ketetapan mula-mula Allah, pastilah akan bertindak tidak adil. Menurut Pramoedya Ananta Toer, memiliki lebih dari satu istri tak ubahnya penipu.
Ketiga, dapat menahan diri. Menahan diri berarti mampu menguasai diri, dan itu bisa diturunkan menjadi bukan peminum, peramah, cinta damai, bukan hamba uang. Orang itu harus mampu menahan diri untuk tidak dikuasai oleh minuman keras, amarah, dan uang.
Keempat, bijaksana. Yang dimaksudkan bijaksana di sini sepertinya mampu berpikir seimbang, tidak berat sebelah, juga memahami bahwa yang paling penting adalah mampu melihat gambaran besar dari sebuah persoalan.
Kelima, sopan. Artinya orang mampu menghargai lingkungan di mana dia berada. Tidak mengutamakan diri sendiri, tetapi juga mencoba untuk memahami dan menghargai perasaan orang lain.
Keenam, suka memberi tumpangan. Orang tersebut harus punya ruang di hatinya terhadap kebutuhan orang lain. Memberi tumpangan berarti siap membuka rumahnya, dan tentu juga isi rumahnya, bagi orang yang membutuhkan.
Ketujuh, pandai mengajar orang. Sering orang membatasi syarat ini hanya pada orang-orang yang memang punya talenta sebagai guru. Pandai mengajar orang lain sebenarnya bisa diartikan bahwa orang itu mampu mengomunikasikan imannya kepada orang lain. Setiap orang yang sungguh beriman pasti mampu menjelaskan apa yang dipercayainya itu kepada orang lain. Dan bisa jadi itu juga tanpa banyak kata.
Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media
Klik tautan di bawah ini untuk mendengarkan versi audio:
Foto: Unsplash/J. Sung