Di Tiga Tempat Itu, Hidup Berbicara

Aku masih mengingat hari itu. Seorang guru tua, dengan rambut memutih dan mata yang dalam, menatapku cukup lama sebelum berbicara. Suara beliau lembut, namun penuh pengalaman.
”Anakku,” katanya, ”jika engkau ingin memahami arti hidup, jangan hanya mencari jawaban di buku atau menunggu waktu yang mengajarimu. Pergilah ke tiga tempat: Rumah sakit, penjara, dan pemakaman. Di sanalah hidup berbicara dengan jujur.”
Saat itu, aku hanya mengangguk. Hatiku belum menangkap maknanya.
Namun hidup, dengan caranya sendiri, membawaku ke sana.
Rumah Sakit–Kita Rapuh
Di rumah sakit aku melihat tubuh manusia begitu rapuh.
Mereka yang dulu kuat dan penuh tawa, kini berbaring dengan harapan yang tipis.
Di sana aku belajar: Kesehatan bukan kepastian. Itu anugerah.
Firman Tuhan berkata: ”Kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok” (Yak. 4:14).
Setiap napas yang masih kita miliki adalah anugerah.
Penjara–Kebebasan Itu Berharga
Di penjara, suara pintu besi yang terkunci, menggema lama.
Aku melihat orang-orang yang menyesal, bukan karena kehilangan harta, tetapi kehilangan kebebasan untuk memilih.
Di sana aku belajar: Kebebasan adalah harta yang tidak boleh disia-siakan.
Firman Tuhan berkata: ”Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita” (Gal. 5:1).
Betapa sering kita lupa bersyukur atas kebebasan itu.
3. Pemakaman–Kita akan Kembali
Di pemakaman aku melihat nama-nama tertulis di atas batu. Tidak ada gelar. Tidak ada status. Semua manusia pada akhirnya kembali pada kesunyian yang sama.
Di sana aku belajar: Apa yang kita kejar mati-matian, pada akhirnya tidak kita bawa.
Seperti tertulis: ”Kita tidak membawa apa pun ke dalam dunia dan kita pun tidak dapat membawa apa-apa ke luar” (1Tim. 6:7).
Yang tinggal hanyalah jejak kasih yang pernah kita bagi.
Aku kembali kepada guru tua itu. Ia mendengarkan ceritaku tanpa menyela. Kemudian ia tersenyum, dalam, hangat, seperti seseorang yang tahu bahwa aku akhirnya mengerti.
”Sekarang engkau tahu,” katanya pelan. Ia kemudian menatap tanah di bawah kakinya dan berkata,
”Tanah yang engkau pijak hari ini, suatu hari akan menjadi tempat engkau terbaring.
Karena itu, jangan sombong! Hiduplah dengan rendah hati.”
Repelita Tambunan | Sobat Media
Foto: AI