Doa Jemaat

16 September 2022,
(Kis. 4:23-31)
”Sesudah dilepaskan pergilah Petrus dan Yohanes kepada teman-teman mereka, lalu mereka menceriterakan segala sesuatu yang dikatakan imam-imam kepala dan tua-tua kepada mereka.” Demikianlah catatan Lukas.
Menarik diperhatikan bagaimana respons para murid setelah mendengarkan cerita Petrus dan Yohanes. Mereka berdoa. Mereka tidak berdiskusi berkenaan dengan strategi yang harus diambil dalam menghadapi tekanan sosial, agama, dan politik. Yang mereka lakukan adalah bersatu hati dalam doa. Meski sadar bahwa Allah itu Mahatahu mereka tak merasa sungkan menceritakan kondisi riil mereka kepada Allah.
Perhatikan doa mereka: ”Sebab sesungguhnya telah berkumpul di dalam kota ini Herodes dan Pontius Pilatus beserta bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa Israel melawan Yesus, Hamba-Mu yang kudus, yang Engkau urapi, untuk melaksanakan segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendak-Mu. Dan sekarang, ya Tuhan, lihatlah bagaimana mereka mengancam kami dan berikanlah kepada hamba-hamba-Mu keberanian untuk memberitakan firman-Mu.”
Sejatinya itu bukan sekadar laporan. Sesungguhnya, mereka rindu melibatkan Allah dalam situasi nyata mereka. Agaknya mereka juga menyadari bahwa masalah mereka tak mungkin selesai dengan kekuatan diri mereka belaka. Sehingga mereka merasa perlu mengundang Sang Adikodrati masuk dalam persoalan mereka. Tentunya mereka percaya bahwa Allah pasti memedulikan mereka.
Hasilnya, menurut Lukas, ”Dan ketika mereka sedang berdoa, goyanglah tempat mereka berkumpul itu dan mereka semua penuh dengan Roh Kudus, lalu mereka memberitakan firman Allah dengan berani.”
Apa yang mereka lakukan bisa kita jadikan teladan sekarang ini. Benar Allah memberikan kita akal budi, namun tak perlulah kita lebih mengandalkan akal budi ketimbang Allah itu sendiri. Aneh rasanya menumpukan hidup pada pemberian ketimbang Sang Pemberi.
Yoel M. Indrasmoro
Tangan Terbuka Media
Klik tautan di bawah ini untuk mendengarkan versi audio.