Filosofi Gamelan Jawa

Published by Sri Yuliana on

Sebagai orang Indonesia tentu kita tidak asing dengan gamelan. Ada Gamelan Bali yang sangat dinamis apalagi dipadu dengan gerak tari sang penari Bali yang menawan dengan seluruh gerak tubuh termasuk lirik mata. Ada juga Gamelan Jawa Barat dengan suara suling dan gendang yang dominan, membawa kita pada kenangan akan keindahan alam Parahyangan yang konon katanya dicipta oleh Tuhan kala tersenyum. Juga, kita tentunya tidak asing dengan alunan suara Gamelan Jawa yang dipengaruhi oleh kebudayaan Mataram (Jogja-Solo) yang lembut dan mencerminkan keselarasan (harmoni) hidup sebagai refleksi prinsip hidup (way of life) orang Jawa pada umumnya. 

Berbicara tentang gamelan, khususnya Gamelan Jawa, Ki Hajar Dewantara pernah menjelaskan bahwa pada dasarnya bunyi dasar Gamelan Jawa terdiri atas Neng, Ning, Nung, Nang, Gung yang masing-masing memiliki arti filosofis.

Neng berarti ”meneng” atau diam. Dalam diam orang Jawa berefleksi untuk menemukan jati dirinya.

Ning berarti ”wening” atau hening, sebuah upaya lebih dalam dari sekadar diam untuk menemukan kejernihan hati setelah berhasil menemukan jati diri.

Nung, ”hanung”, sebuah pencerahan, enlightment.

Nang, ”wenang”, keberhasilan memperoleh kebijaksanaan setelah beroleh pencerahan.

Dan, akhirnya, gung, keagungan.   

Dari paparan di atas tampak bahwa perjalanan menjadi seorang ”priyagung”—seorang manusia sempurna— dalam budaya Jawa dimulai dari diam, slow down, berefleksi, terus berefleksi lebih dalam hingga beroleh pencerahan, kebijaksanaan dan akhirnya, keagungan, kewibawaan dan martabat yang tampak dalam sosoknya dan kehidupannya. Seorang priyagung selalu akan menjadi sosok yang berguna, menjadi teladan/panutan, tempat bertanya bagi masyarakat di mana dia berada.

Sepertinya ada kesejajaran antara budaya Jawa dan laku asketik yang dijalani oleh Daniel dan kawan-kawannya di Babel sekian abad sebelumnya. Dan inilah firman Tuhan kepada Daniel, ”Orang-orang bijaksana akan bercahaya seperti cahaya cakrawala, dan orang-orang yang telah menuntun banyak orang kepada kebenaran seperti bintang-bintang untuk selama-lamanya” (Dan. 12:3, TB2]. Jadilah bijaksana dan jadilah terang bagi masyarakat di mana kita berada. Neng, Ning, Nung, Nang, Gung.

Sri Yuliana | Tangan Terbuka Media

Foto: Facebook/SD Widya Wacana

Categories: Tala