Hal Mengikut Yesus

”Namun, orang-orang Samaria itu tidak mau menerima Dia karena Keputusan-Nya untuk pergi ke Yerusalem.” (Luk. 9:53). Demikianlah catatan Lukas perihal perjalanan Yesus ke Yerusalem.
Di balik kisah penolakan itu, terkandung fakta bahwa orang-orang Samaria itu berkesempatan menerima Yesus. Guru dari Nazaret itu telah mengutus beberapa murid untuk mempersiapkan persinggahan bagi-Nya.
Jelas di sini, desa Samaria itu merupakan tempat yang penting di hati Yesus. Itu juga berarti Yesus membuka diri. Ia hadir untuk semua orang. Sang Guru dari Nazaret tidak bersikap membedakan. Ia menerima orang Samaria sebagaimana Dia menerima orang Yahudi.
Siap Ditolak
Jadi, Lukas hendak menegaskan bahwa Yesus bertekad pergi ke Yerusalem untuk mati, bangkit, dan terangkat ke surga. Ironisnya, sebelum sampai di Yerusalem, Yesus sudah merasakan penolakan. Orang-orang di desa itu menolak Yesus dan rombongan-Nya. Tak mudah memahami alasan di balik penolakan itu. Namun, banyak penafsir menduga bahwa penduduk desa tersebut agaknya tak menyukai semua hal yang berbau Yerusalem.
Sungguh gampang dimaklumi. Pada masa itu orang Yahudi tidak mengakui keberadaan orang Samaria. Di mata orang Yahudi, orang Samaria merupakan kelompok manusia sesat. Itu jugalah yang menyebabkan orang Samaria tak lagi menghormati orang Yahudi.
Penolakan itu membuat berang para murid. Di mata mereka orang Samaria itu tak tahu diri. Sudah bagus Yesus menganggap mereka berharga, lalu mengapa mereka meremehkan-Nya? Yakobus dan Yohanes lalu berkata, ”Tuhan, apakah Engkau mau, supaya kami menyuruh api turun dari langit untuk membinasakan mereka?” (Luk. 9:54). Namun, Yesus langsung menolaknya dan menegur mereka.
Yesus menegaskan orang yang mau mengabarkan kehadiran-Nya tidak boleh mengancamkan hukuman, apalagi mengutuk orang atas nama-Nya. Yesus mengundang semua orang. Akan tetapi, Yesus sendiri tidak mau memaksakan kehendak-Nya atas orang-orang yang diundang tersebut. Yesus menghargai kehendak bebas mereka. Ketika ditolak, Yesus mengambil langkah logis. Ia pergi ke desa lain.
Gereja masa kini perlu belajar dari Sang Guru. Gereja dipanggil untuk dunia. Namun, ketika ada sekelompok orang yang menolak kehadirannya, gereja tak perlu marah, bahkan mengutuk. Langkah sederhana ialah pergilah ke tempat lain. Lain kali, baru kembali lagi ke tempat tersebut. Gereja harus siap ditolak!
Siap ditolak mengandaikan bahwa kita sungguh-sungguh menghargai orang lain yang berbeda pendapat dengan kita. Siap ditolak berarti juga kita menghargai hak asasi manusia lain. Siap ditolak berarti kita juga memahami, ini pepatah Latin, ”Selera enggak perlu diperdebatkan”.
Tetap Berbuah
Namun, itu tidak berarti bahwa gereja hanya diam saja, berpangku tangan. Berkait pekabaran Injil, gereja perlu memperlihatkan bahwa kabar yang dibawanya sungguh-sungguh baik. Jangan sampai orang menolak kabar baik itu karena kabar baik itu tidak disampaikan dengan baik.
Sekali lagi, sebagai sekelompok orang yang telah dimerdekakan Kristus, Gereja harus memberikan kesempatan besar bagi dunia di mana mereka tinggal untuk menerima atau tidak Kabar Baik dari Allah itu (Gal. 5:1). Bahkan, Paulus dalam suratnya kepada Jemaat di Galatia menegaskan: ”Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih” (Gal. 5:13). Dan ini semua adalah persoalan utama dalam pekabaran Injil.
Empat puluh tahun lalu, Marshal McLuhan, ahli komunikasi, menyatakan bahwa the medium is the message ’media adalah pesan itu sendiri’. Itu benar. Kita adalah pesan itu sendiri. Berkait Kabar Baik yang kita hendak beritakan, kita adalah Kabar Baik itu sendiri. Nah, persoalannya adalah apakah kita sungguh-sungguh telah menjadi Injil itu sendiri.
Karena itulah, Paulus menyatakan bahwa setiap Kristen harus menyatakan buah Roh, sebagai bukti bahwa mereka dipimpin oleh Roh! Saudara dan saya dipanggil untuk berbuah! Dan buahnya adalah sembilan buah Roh itu. Caranya adalah, mengutip pemazmur, selalu memandang wajah Allah (Mzm. 16:8). Hanya dengan itu kita bisa meneladan Allah.
Standar Tinggi
Sekali lagi berbuah! Itulah yang seharusnya menjadi ungkapan syukur kita! Berbuah merupakan bukti bahwa kita sungguh-sungguh murid Kristus. Dan kepada orang yang mau menjadi murid-Nya, Yesus menerapkan standar tinggi.
Pertama, Yesus tidak menjanjikan jalan mudah. Ketika ada orang yang dengan bersemangat berkata, ”Aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi.”; Yesus menjawab, ”Rubah mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya” (Luk. 9:57-58). Artinya: jangan mengharapkan kenikmatan duniawi dalam mengikut Yesus. Jika itu yang menjadi tujuan utama, kita akan kecewa.
Kedua, sekaranglah waktunya! Jangan tunda! Jangan menunggu orang tua mati dahulu, baru mengikut Yesus. Undangan Yesus memang terbuka untuk semua orang, tetapi waktunya terbatas! Bukankah kita tidak pernah mengetahui kapan waktu kita di dunia. Ini masalah prioritas!
Ketiga, kalau ingin mengikut Yesus, ya fokus! Mengikut Yesus berarti Yesus di depan dan kita mengikuti-Nya dari belakang. Pandangan mata kita harus tertuju ke arah Dia. Jangan menoleh ke belakang! Sama dengan orang yang membajak, ia harus memfokuskan diri ke depan. Jangan pula terikat oleh hal-hal lain.
Itu jugalah yang dilakukan Elisa. Sejarah mencatat ia mengikuti Elia hingga sang guru terangkat ke surga. Sebagai murid, Elisa sungguh setia.
Setia merupakan panggilan orang percaya. Yang penting dalam diri orang percaya bukanlah bagaimana ia memulai hidup, tetapi bagaimana mengakhirinya. Setia berarti tetap mengikut Tuhan hingga akhir. Setia berarti sampai mati.
Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media!
Foto: Istimewa