Hidup dalam Terang Dunia

Published by Yoel M. Indrasmoro on

”Jika ingin menilai karakter seseorang, berilah dia kekuasaan!” Demikianlah adagium yang sering dikutip berkait kekuasaan. Mengapa? Karena, menurut Lord Acton, ”kekuasaan cenderung menyimpang dan kekuasaan mutlak pasti menyimpang.”

Betapa mengerikan kekuasaan itu! Sejatinya itu jugalah yang diberikan Allah kepada manusia: Saudara dan saya diberi Allah kuasa setidaknya atas diri kita sendiri. Allah mengaruniakan kehendak bebas dalam diri kita masing-masing. Kita bukanlah wayang di tangan dalang. Saudara dan saya adalah manusia yang dikaruniakan Tuhan kemampuan dan kebebasan untuk mengambil keputusan.

Pada titik ini jelaslah, saya selalu teringat kata-kata teman saya alm. Elisa Winarto, ”Hidup hanyalah serangkaian keputusan yang diambil.” Setiap keputusan akan berlanjut dengan keputusan lain yang merupakan akibat dari keputusan pertama tadi. Dan setiap keputusan mempunyai risiko.

Sesungguhnya kedewasaan seseorang terlihat ketika dia mampu mengambil keputusan. Dan pendidikan merupakan sarana latihan bagi manusia untuk mampu mengambil keputusan.

Nah, pertanyaan yang patut direnungkan pada akhir tahun ini adalah berapa kali Saudara mengambil keputusan penting bagi Saudara sendiri, juga orang lain? Berapakah yang menurut Saudara sungguh merupakan keputusan yang tepat, mana pula yang tidak tepat?

Harus kita akui, berhadapan dengan masa depan yang gelap, ini bukan perkara gampang. Kita tahu sebagai hamba Allah, abdullah, kita harus tunduk pada kehendak Allah. Namun, dosa menghambat manusia untuk memahami kehendak Allah. Akal budi yang merupakan perangkat Allah bagi kita untuk mengambil keputusan tak jarang membuat kita lebih mengandalkannya ketimbang Allah. Kita malah meragukan Allah.

Terang Dunia

Namun, kabar baiknya adalah Allah tak ingin manusia tetap meraba-raba dalam gelap. Ia sendiri menjadi manusia untuk menolong manusia kembali bersekutu dengan Dia. Allah menjadi manusia untuk menolong manusia hidup sebagai hamba Allah! Yesus menegaskan: ”Akulah terang dunia.  Siapa yang mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang kehidupan” (Yoh. 8:12).

Jalan keluarnya ya memang cuma satu—mau diterangi Terang Dunia! Hidup di dalam Terang Dunia. Ketika kita mengikuti Kristus, jalan kita akan diterangi oleh Dia sehingga kita tidak akan mungkin salah jalan.

Bahkan, kita sendiri akan mempunyai terang kehidupan. Dan ketika mata hati kita terang, maka mudahlah bagi kita mengambil keputusan yang sesuai dengan kehendak Tuhan!

Salomo: Teladan Nyata

Pada titik ini, Salomo bisa kita jadikan teladan nyata. Ketika ada kesempatan untuk meminta apa pun dari Allah, Salomo berkata, ”Berikanlah kepada hamba-Mu ini hati yang penuh pengertian untuk menjadi hakim atas umat-Mu dan dapat membedakan antara yang baik dan yang jahat…” (1Raj 3:9).

Menarik disimak, Salomo meminta hati penuh pengertian. Dan Allah menanggapi permohonan itu dengan memberikan hati yang bijak dan penuh pengertian. Dengan kata lain, hati yang berhikmat. Hati yang mampu menimbang-nimbang perkara—mana yang benar, baik, dan tepat.

Bagaimana Salomo sampai pada keputusan seperti itu? Mengapa dia tidak meminta—sebagaimana dinyatakan Allah sendiri— umur panjang, kekayaan, nyawa musuhmu; tetapi malah meminta pengertian untuk memutuskan hukum?

Tampaknya, Salomo menyadari bahwa dia seorang raja—pengambil keputusan tertinggi di kerajaan. Sehingga, dia lebih memprioritaskan hikmat dan pengertian ketimbang usia, harta, dan kejayaan di medan laga. Dan permintaan Salomo itu baik di mata Allah karena seturut kehendak-Nya.

Sekali lagi, Salomo tidak meminta hikmat. Hikmat memang bukan sesuatu yang sudah jadi dari sananya. Tidak. Salomo meminta hati yang berhikmat. Hati yang mampu menimbang-nimbang perkara. Fokus Salomo adalah hati yang mampu menimbang-nimbang: mana yang benar, baik, dan tepat.

Tak gampang memang. Itu hanya mungkin terjadi kala kita senantiasa bersekutu dengan Tuhan. Bersekutu dengan Tuhan berarti manunggal! Dengan kata lain, orang lain bisa merasakan Tuhan ada melalui kita.

Kunci hati yang berhikmat tentu saja persekutuan dengan Tuhan sendiri. Perhatikan kata-kata Tuhan Yesus tadi: ”Siapa yang mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang kehidupan.”

Ketika kita memiliki terang kehidupan, kita pun dapat menerangi hidup orang lain. Pada titik ini setiap keputusan dan tindakan yang kita ambil tidak hanya berguna untuk diri kita sendiri, tetapi juga untuk orang lain, sebagaimana Salomo.

Yoel M. Indrasmoro

Foto: Istimewa