Kabar Bohong
Sabda-Mu Abadi | 10 Agustus 2024 | Kel. 23:1-3
”Jangan menyebarkan kabar bohong. Jangan membantu orang yang bersalah dengan menjadi saksi yang culas. Jangan engkau ikut-ikutan orang banyak berbuat jahat. Apabila memberikan kesaksian mengenai suatu perkara jangan ikut-ikutan orang banyak membelokkan hukum. Janganlah memihak kepada orang miskin dalam perkaranya.”
Umat Allah harus bersikap dan bertindak adil. Membuat kabar bohong tentang seseorang, apalagi menyebarkannya, pastilah bukan perbuatan adil bagi orang tersebut.
Adil, mengutip Pramoedya Ananta Toer, memang mulai dari pikiran. Asumsi tentang seseorang tanpa berniat klarifikasi dan meneruskannya kepada orang lain tak beda dengan menyebarkan kabar bohong. Sebab, meski kita mengatakan kepada rekan kita bahwa itu sekadar asumsi, sejatinya kita telah menggiring orang berpikir seperti kita. Dan itu jelas menyesatkan.
Tindakan itu sungguh tidak adil untuk orang tersebut karena dia tidak memiliki ruang untuk meluruskannya atau menyatakan menurut versinya. Tentunya, dia yang lebih tahu berkait berita tersebut.
Kabar bohong merupakan tindakan kriminal karena membuat yang benar jadi terlihat salah dan yang salah menjadi tampak benar. Dan ini sering terjadi di sidang pengadilan.
Dari namanya jelas bahwa bersikap dan bertindak adil merupakan hakikat dari pengadilan. Kata dasar ”pengadilan” adalah adil. Di sanalah sejatinya pengadilan dipentaskan. Tak heran jika para hakim disebut wakil Tuhan. Sebutan itu menyiratkan bahwa mereka akan bertindak adil seperti Tuhan.
Sehingga para saksi semestinya tidak membuat kabar bohong. Dan karena itu mereka diambil sumpah atau janjinya. Mereka harus berkata jujur, tidak boleh ikut-ikutan membela orang kaya, tetapi juga dilarang membela orang miskin. Kalau mereka salah, ya harus dikatakan salah.
Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media
Silakan klik tautan berikut ini untuk mendengarkan versi siniar: