Kembali ke Awal

Hari itu saya menghubungi salah seorang aktivis senior di gereja saya yang dulu mengajak saya terlibat dalam organisasi gereja, untuk menanyakan beberapa hal tentang kegiatan gereja. Alangkah terkejutnya ketika dia mengatakan bahwa dia sudah tidak beribadah di gereja kami. Dalam percakapan, dia menceritakan keluh kesahnya mengenai kebijakan gereja yang menurutnya tidak sejalan.
Saya jadi merefleksikannya pada diri saya sendiri. Ketika awal masuk ke dalam gereja, kemudian berkenalan, merasa mendapatkan teman. Tahap selanjutnya, karena merasa diterima, muncul keinginan untuk melayani, perlahan masuk dalam kegiatan pelayanan. Hati yang menggebu-gebu membuat suasana pelayanan menjadi hidup, satu per satu kesulitan dilewati dengan sukacita bersama teman-teman.
Kemudian muncullah perbedaan pendapat, dialog yang menyenangkan menjadi kata-kata tajam. Ketulusan menjadi kecurigaan. Kegiatan yang dulu membuat saya serasa mendapatkan supply energi tak terbatas, sekarang serasa melelahkan. Dan akhirnya dengan hormat, saya pun pamit undur diri, bukan untuk berhenti melayani, namun untuk menjauhkan diri dari hiruk pikuk organisasi.
Pelayanan yang seharusnya menjadi aplikasi dari kasih kita kepada Tuhan, kadang justru menjadi ajang menjegal pertumbuhan iman seseorang, bahkan sampai ada yang merasa harus hengkang dari gereja karena gerahnya sebuah persekutuan atas dasar iman.
Akhirnya, kembalilah ke titik awal. Dimulai dari tidak ikut pelayanan apa-apa, tidak dikenal dan mengenal siapa-siapa.
Ah Tuhan, ternyata tidak cukup dengan iman untuk bertumbuh dalam sebuah komunitas gereja.
Tjhia Yen Nie | Sobat Media
Foto: Unsplash/Debby Hudson