Pembelaan Stefanus

27 September 2022,
(Kis. 7:1-53),
Mendengarkan pembelaan Stefanus membuat kita—orang percaya abad ke-21—seperti mengikuti pelajaran mengenai Kerajaan Allah dalam Perjanjian Lama. Dimulai dari panggilan Abraham hingga nabi-nabi pada zaman para raja. Namun, ini uniknya stefanus, dia memperlihatkan bagaimana sikap nenek moyang Israel kepada para utusan Allah.
Stefanus menegaskan: ”Musa inilah yang menjadi pengantara dalam sidang jemaah di padang gurun di antara malaikat yang berfirman kepadanya di Gunung Sinai dan nenek moyang kita; dan dialah yang menerima firman-firman yang hidup untuk disampaikan kepada kita. Tetapi nenek moyang kita tidak mau taat kepadanya, malahan mereka menolaknya. Dalam hati mereka ingin kembali ke tanah Mesir.”
Memang itulah yang terjadi. Bangsa Israel selalu menyalahkan Musa. Mereka lupa bahwa kemerdekaan itu bukanlah hanya untuk Musa pribadi, tetapi untuk segenap bangsa Israel.
Ketika tak ada air, mereka menyalahkan Musa, lalu Allah memberikan air. Ketika tiada roti, mereka kembali menyalahkan Musa, kemudian Allah memberikan manna. Ketika enggak ada daging, mereka sekali lagi menyalahkan Musa, dan Allah memberikan burung puyuh. Pemberontakan itu mencapai puncaknya ketika bangsa Israel di bawah pimpinan Harun membuat patung lembu emas, yang kemudian mereka sembah sebagai allah.
Dari situ, Stefanus mengingatkan bahwa tingkah laku para pendengarnya tak ubahnya nenek moyang mereka. Stefanus berseru, ”Hai orang-orang yang keras kepala, yang keras hati dan tuli, kamu selalu menentang Roh Kudus, sama seperti nenek moyangmu, demikian juga kamu. Siapa dari nabi-nabi yang tidak dianiaya oleh nenek moyangmu? Bahkan mereka membunuh orang-orang yang lebih dahulu memberitakan kedatangan Orang Benar, yang sekarang telah kamu khianati dan bunuh. Kamu telah menerima hukum Taurat yang disampaikan oleh malaikat-malaikat, akan tetapi kamu tidak menurutinya.”
Persoalan bangsa Israel sebenarnya cuma itu. Mereka tak mau menaati Allah.
Yoel M. Indrasmoro
Tangan Terbuka Media