Prioritas

Published by Yoel M. Indrasmoro on

Baik Abraham maupun Marta sama-sama kedatangan tamu. Mereka juga sama-sama sibuk menyiapkan jamuan bagi tamu mereka. Apakah yang membedakan keduanya?

Abraham dan Marta sibuk menyiapkan jamuan. Mereka tahu, tamu-tamu mereka adalah pribadi-pribadi siginifikan (penting dan bermakna) dalam kehidupan mereka. Baik Abrahan maupun Marta juga merasakan bahwa mereka pun merupakan pribadi yang siginifikan bagi tamu-tamu mereka. Buktinya, tamu-tamu itu berkenan berkunjung. Sekali lagi, apa yang membedakan keduanya?

Agaknya, yang membedakan mereka berdua adalah Abraham meminta izin terlebih dahulu kepada tamunya. Perhatikan kata-kata Abraham: ”Tuanku, jika aku telah mendapat kemurahan hati Tuanku, janganlah kiranya berlalu dari hambamu ini. Biarlah diambil air sedikit, basuhlah kakimu dan beristirahatlah di bawah pohon ini. Aku akan mengambil sepotong roti supaya Tuan-tuan segar kembali, kemudian Tuan-tuan boleh meneruskan perjalanan. Sebab, untuk itulah Tuan-tuan telah datang di tempat hambamu ini” (Kej. 18:3-5).

Itukah yang dilakukan Abraham? Dia mengerjakan lebih dari apa yang dijanjikannya. Tak hanya roti yang diberikannya, tetapi juga susu dan daging yang terbaik. Dan Abraham sendiri yang melayani tamunya. Yang menariknya adalah Abraham meminta izin terlebih dahulu untuk melakukan semuanya itu.

Bagaimana dengan Marta? Dia kelihatannya tak meminta izin terlebih dahulu dan langsung menyiapkan ini dan itu. Lukas mencatat: ”Marta sibuk sekali melayani” (Luk. 10:40).

Apa makna meminta izin di sini? Meminta izin mengandaikan bahwa kita sungguh menghormati tamu tersebut. Bisa jadi tamu tersebut tak punya cukup banyak waktu saat mampir ke rumah kita. Sehingga dia ingin mengisi waktu yang pendek itu dengan sebaik-baiknya. Yang pasti, meminta izin merupakan salah satu cara dalam menghormati tamu! Dan meminta izin berarti pula mendengarkan sang tamu. Dan meminta izin berarti kita menjadikan tamu tersebut sebagai prioritas kita pada saat itu.

Sekali lagi, kelihatannya, itulah yang tidak dilakukan Marta! Sehingga dia tak begitu tahu maksud dari kedatangan Sang Guru. Yang ia tahu hanyalah memberikan tingkat kepuasan maksimal kepada para tamunya. Ia ingin memberikan yang terbaik.

Memberikan yang terbaik tentu merupakan yang hal yang baik. Tetapi, menjadi pertanyaannya memberikan yang terbaik untuk siapa? Kadang ini jugalah yang sering mengemuka dalam pelayanan. Memberikan yang terbaik buat para tamu, namun sebenarnya kita tidak enak kalau para tamu mempunyai anggapan yang buruk dengan kita. Jadi pada akhirnya, bukan para tamu yang menjadi prioritas tetapi diri kita sendiri.

Demikian juga dengan pelayanan yang kita lakukan. Memberikan yang terbaik itu harus! Akan tetapi pertanyaannya adalah untuk siapakah semuanya itu? Apakah sungguh-sungguh untuk Tuhan? Jangan-jangan untuk kepentingan diri kita sendiri.

Pada titik ini yang paling penting adalah memberikan yang terbaik seturut dengan pandangan Tuhan. Artinya, Tuhan tetap yang menjadi prioritas utama kita. Caranya adalah dengan bertanya apa sesungguhnya maksud Tuhan. Itu akan membuat kita terhindar untuk menggunakan kacamata kita sendiri, pandangan kita sendiri. 

Karena tak tahu maksud Yesus sebenarnya, Marta menjadi begitu cemburu, bahkan marah, ketika menyaksikan Maria asyik mendengarkan ajaran Yesus. Seandainya Marta meminta izin terlebih dahulu, mungkin Sang Guru akan menyuruhnya duduk seperti Maria.

Pada akhirnya persekutuan dengan Tuhan memang lebih penting dari apa pun juga. Sejatinya, itulah prioritas utama Tuhan bagi kita—bersekutu dengannya. Caranya hidup seturut dengan jalan-Nya! So bertanyalah!

Yoel M. Indrasmoro

Foto: Istimewa