Remah-remah
Baik remah-remah maupun roti utuh, toh namanya tetap roti, yang penting bukan besar atau kecilnya anugerah, tetapi anugerah Allah itu sendiri.
Baik remah-remah maupun roti utuh, toh namanya tetap roti, yang penting bukan besar atau kecilnya anugerah, tetapi anugerah Allah itu sendiri.
Yesus berbeda. Guru dari Nazaret itu sengaja menjejakkan kaki-Nya di Tirus. Dia tak takut tercemar, bahkan berkarya di ”wilayah kafir”.
Penting bagi kita, orang percaya abad ke-21, untuk membersihkan dan memurnikan hati kita. Dan jangan pula kita malah menghakimi orang lain.
Kita tidak pernah tahu isi hati orang, menilai iman seseorang dari gaya hidupnya bukan tindakan yang bertanggung jawab.
Budaya dibangun bukan untuk mematikan orang, tetapi untuk menghidupkan orang.
Tak ada gunanya bibir yang memuliakan Allah, namun hatinya malah jauh dari Allah.
Semua yang menyentuh Yesus sembuh. Tak ada yang tidak disembuhkan. Yesus menyembuhkan semuanya.
Kiranya Allah mencelikkan mata hati kita agar tetap percaya bahwa Allah itu kasih adanya. Dan kita tak mungkin binasa!
Dalam kesendirian kita tidak pernah sungguh-sungguh sendirian. Ada Allah yang menemani.
Sang Guru hendak mengajarkan bahwa setiap murid-Nya tak boleh membuang berkat Tuhan. Mengumpulkan potongan ikan dan roti sesungguhnya kesempatan berbagi kepada orang lain.