Berelasi dengan Alam hingga Transparan

Published by Admin on

Kalau kita semakin jelas melihat kemuliaan Bapa melalui Putra-Nya, kita akan mengalami bahwa ciptaan tidak akan mengganggu kita. Sebaliknya, seluruh ciptaan berbicara mengenai kita, atau mengajar kita  dengan berbagai cara. Dalam hal inilah seluruh ciptaan menjadi transparan.

Ada seorang bapa padang gurun, namanya Evagrius Ponticus (345-399). Pengajarannya  tentang hidup kontemplatif  berpengaruh besar dalam spiritualitas biara hingga saat ini. Hidup kontemplatif adalah hidup yang dihayati sedemikian rupa sehingga kita dapat melihat dunia ini sebagai yang transparan, bahwa dunia dengan segala isinya menunjuk ke sesuatu yang sejati yang  lebih jauh daripada dirinya sendiri.  Sebuah jendela baru dapat disebut jendela kalau kita dapat melihat ke luar melaluinya. Dunia ini juga bagaikan jendela.

Dunia kita tidak dapat menyatakan jati dirinya kalau dunia itu tinggal buram dan tidak menunjuk ke sesuatu yang sejati. Kita perlu terus-menerus  bergerak dari yang buram menuju ke yang transparan  dalam tiga relasi kita yang utama, yakni  hubungan kita dengan alam, waktu, dan pribadi.

Sekarang ini, apalagi  bagi kita yang berada di daerah rawan terdampak bencana alam, semakin disadarkan  betapa pentingnya hubungan kita dengan alam. Kalau kita memandang alam pertama-tama sebagai milik  untuk digunakan, alam menjadi buram dan tidak menyatakan kepada kita nilainya yang sejati.

Kita cenderung memandang pohon, sungai, gunung, sawah, laut sebagai milik, kemudian memanipulasinya  menurut kebutuhan-kebutuhan kita. Kalau pohon tidak lebih dari sekadar bahan untuk membuat meja kursi atau mebel dari kayu, ia tidak dapat berbicara tentang pertumbuhan. Kalau sungai tidak lebih dari sekadar tempat untuk membuang limbah atau sampah industri, ia tidak lagi dapat mengajar kepada kita mengenai gerak. Kalau bunga tidak lebih dari sekadar model untuk membuat bunga dari plastik, ia tidak mampu lagi berbicara mengenai keindahan hidup sederhana.

Keburaman itu dalam masyarakat kita terwujud dalam pencemaran lingkungan. Sungai yang kotor, udara yang menyesakkan, bukit yang gundul, hutan yang rusak, sawah ladang yang tandus adalah tanda-tanda memprihatinkan  yang menunjukkan bahwa hubungan kita dengan alam keliru.

Meskipun sulit, namun sungguh mendesak bagi kita untuk menyadari bahwa alam bukan pertama-tama milik yang harus kita gunakan, melainkan anugerah yang harus kita terima dengan penuh syukur dan terima kasih. Baru kalau kita  menundukkan kepala kepada sungai, laut, bukit dan gunung yang membuat dunia ini menjadi rumah bagi kita, mereka ini menjadi transparan dan menyatakan makna mereka yang sesungguhnya kepada kita.

Seluruh alam menyembunyikan rahasia agung, yang tidak mau menyatakan diri kalau kita tidak mau melihat atau mendengarkannya dengan sabar dan penuh perhatian. Di teras ada tanaman bunga wijaya kusuma. Betapa ingin rasanya bisa melihat bunganya merekah sempurna di suatu  malam.  Bunga itu mengajarkan kesabaran. Suatu hari di saat agak mendung, saya melihat cacing merayap di lantai teras, selang beberapa hari banjir datang. Cacing  atau binatang apa pun, memiliki insting yang lebih tajam tentang tanda-tanda alam dan seisi alam ini semuanya ingin bahagia.

Bisakah kita memandang alam sebagai selubung yang menyembunyikan suatu dunia yang tidak tampak? Betapa akan berbeda hidup kita seandainya kita terus-menerus sadar akan selubung ini dan seluruh keberadaan kita merasakan bahwa alam menghendaki agar kita mendengarkan dan melihat sejarah karya agung Allah yang dinyatakannya.

Tumbuh-tumbuhan dan hewan yang hidup bersama kita mengajar kita mengenai kelahiran, pertumbuhan, menjadi dewasa dan mati, serta mengenai perlunya kelembutan dan khususnya mengenai pentingnya kesabaran dan pengharapan. Ada bagian atau produk dari alam yang dipakai dalam ibadah, misalnya api, air, roti, anggur. Semuanya itu menunjuk ke sesuatu yang lebih dari dirinya sendiri, yaitu karya agung penciptaan kembali.

Sungguh memprihatinkan  kalau kita tidak percaya lagi akan peranan pelayanan alam bagi kita. Kita begitu saja membatasi pelayanan sebagai pekerjaan  yang dilakukan oleh seseorang bagi orang lain. Namun, sebenarnya kita dapat memberikan pelayanan besar kepada dunia kita, kalau kita membiarkan  alam ini menyembuhkan, menghibur, dan mengajar kita lagi.

Orang-orang yang sangat peka terhadap masalah lingkungan hidup dan bekerja keras untuk menyingkirkan keburaman alam, sungguh-sungguh melakukan pelayanan  yang sejati. Sebab, mereka membuat tumbuh-tumbuhan dan binatang untuk dapat mengajar kita mengenai lingkaran kehidupan.  Untuk menyembuhkan orang-orang yang kesepian dan untuk berbicara mengenai kasih Allah yang agung.

Bayangkan seorang anak yang jarang sekali bertemu ibunya. Sedangkan ibunya itu sudah lemah raga. Suatu saat  keduanya   bertemu. Si anak berkesempatan menemani sang ibu jalan-jalan dengan mendorongnya di atas kursi roda di lorong kampung. Keduanya menikmati pemandangan dan bertegur sapa dengan orang yang dijumpai. Terlihat bahwa keduanya  sedang menerima pelayanan oleh alam.

Gerakan dari yang buram menuju ke yang transparan dalam hubungan kita dengan alam tidak hanya membawa kita masuk ke dalam kontemplasi dengan dunia yang mengelilingi kita, tetapi juga memperluas pelayanan kita, yaitu  pelayanan mengajar, menyembuhkan dan beribadah.

Ketika seluruh ciptaan menjadi transparan, kita akan menyadari bahwa doa tidak lebih dan tidak kurang adalah praktik berada di hadirat Allah, di segala waktu dan tempat.

Tyas Budi Legowo

Foto: Istimewa

Categories: Tala