Disiplin Doa yang Sederhana

Published by Admin on

Salah satu pusat kehidupan yang dibutuhkan oleh pemimpin-pemimpin kristiani adalah displin untuk tinggal di hadirat Dia yang terus-menerus bertanya, ”Apakah engkau mengasihi Aku? Apakah engkau mengasihi Aku? Apakah engkau mengasihi Aku?” Inilah disiplin doa kontemplatif. Dengan bantuan doa kontemplatif kita dapat mempertahankan diri kita agar tidak diombang-ambingkan oleh masalah mendesak yang satu ke masalah mendesak yang lain. Dan, dibebaskan dari keterasingan terhadap hati kita sendiri dan hati Allah. 

Banyak orang masih mempunyai kesan bahwa doa kontemplatif adalah sesuatu yang sangat istimewa, sangat tinggi atau sangat sulit dan tidak cocok  bagi orang-orang yang mempunyai pekerjaan biasa dan masalah-masalah biasa. Sayang kalau orang berpendapat demikian karena disiplin doa kontemplatif sangat bernilai, khususnya bagi orang-orang yang harus memikirkan begitu banyak hal sehingga ia mengalami hidup sebagai potongan-potongan, bukan sebagai sesuatu yang utuh. Kalau benar bahwa semua orang Kristen dipanggil untuk membawa pikiran-pikiran mereka ke dalam percakapan dengan Tuhan, doa kontemplatif dapat menjadi disiplin yang sangat penting bagi mereka yang sungguh-sungguh terlibat dalam berbagai urusan dunia  ini.

Doa kontemplatif adalah doa, di mana kita dengan penuh perhatian memandang Allah. Bagaimana itu mungkin karena tidak seorang pun dapat melihat Allah dan tetap hidup? Dengan misteri penjelmaan, menjadi mungkin melihat Allah dalam  dan melalui Yesus Kristus. Kristus  adalah gambar Allah. Dalam dan melalui Kristus, kita mengetahui bahwa Allah adalah Bapa yang penuh kasih, yang dapat kita pandang dengan memandang Putra-Nya.

Doa kontemplatif berarti melihat Kristus sebagai gambar Allah Bapa. Semua gambar yang sadar atau tidak sadar diciptakan oleh budi kita harus ditaklukkan kepada-Nya, yang adalah satu-satunya gambar Bapa. Doa kontemplatif dapat digambarkan sebagai membayangkan Kristus, membiarkan-Nya masuk secara penuh ke dalam kesadaran kita, sehingga Ia menjadi gambaran (ikon) yang selalu hadir dalam ruangan batin kita.

Dengan memandang Kristus penuh perhatian dan kasih, kita mengerti dalam budi dan hati apa artinya Dia sebagai jalan kepada Bapa. Yesus  adalah satu-satunya yang telah melihat Bapa. Ia berkata, ”Hal itu tidak berarti bahwa ada orang yang telah melihat Bapa. Hanya Dia yang datang dari Allah, Dialah yang telah melihat Bapa” (Yoh. 6:46). Seluruh keberadaan Kristus adalah melihat Bapa. Hidup dan karya-Nya adalah kontemplasi terus-menerus terhadap Bapa. Oleh karena itu, bagi kita kontemplasi berarti terus-menerus semakin membayangkan Yesus, sehingga dalam, melalui dan dengan Dia, kita dapat melihat Bapa dan hidup di hadirat-Nya.

Lalu bagaimana kita membayangkan Kristus sehingga kita dapat sungguh-sungguh masuk ke dalam dialog dengan Dia dan membiarkan kegiatan berpikir kita yang tidak pernah berhenti diubah  menjadi doa?  Tidak ada satu jawaban saja untuk pertanyaan ini. Sebab, setiap Kristen harus mengembangkan suatu disiplin pribadi sesuai dengan pekerjaannya, acaranya, warisan kebudayaannya dan kepribadiannya. Disiplin  itu harus sesuai dengan kebutuhan pribadi-pribadi yang mau menghayati hidup dengan Kristus.

Salah satu disiplin sangat sederhana untuk doa kontemplatif adalah, pada malam hari sebelum  tidur, membaca bacaan Kitab Suci sesuai daftar (leksionari) hari berikutnya, khususnya Injil atau surat Perjanjian Baru. Sering kali sangat membantu dalam doa kontemplatif, dengan mengambil salah satu kalimat atau kata yang memberikan penghiburan dan mengulanginya beberapa kali. Sehingga dengan satu kalimat atau kata itu, seluruh isinya  dapat diresapkan ke dalam budi dan dibiarkan sedikit demi sedikit turun dari budi ke hati.

Praktik semacam itu bisa memberikan dukungan besar sekali di kala krisis. Khususnya sangat membantu dilakukan pada malam hari ketika kekhawatiran dan kecemasan membuat kita tidak dapat tidur dan menyeret untuk menyembah berhala yang ada di pikiran. Berhala itu adalah gagasan, mimpi, kegiatan mental yang kita sembunyikan dari percakapan dengan Allah. Mengingat kisah Injil atau salah satu ucapan baik dari Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru dapat membantu  menciptakan suatu keadaan mental tertentu. Ke tempat itu, kita dapat membawa seluruh pikiran dan membiarkannya diubah menjadi doa yang tenang.

Pada keesokan paginya perlu disediakan waktu tertentu untuk kontemplasi. Pada waktu itu  kita memandang Kristus  sebagaimana Ia menyatakan diri dalam bacaan. Cara yang baik untuk melakukan hal ini ialah membaca kembali Injil pada hari itu dan membayangkan Tuhan sebagaimana Ia berbicara atau bertindak bagi umat-Nya. Pada saat itu kita dapat melihat-Nya, mendengarkan-Nya, menyentuh-Nya dan mempersilakan-Nya hadir bagi seluruh berada kita. Kita dapat melihat Kristus sebagai yang menyembuhkan kita, yang mengajar kita dan yang menuntun kita. Kita dapat melihat-Nya ketika Ia kesal, ketika Ia menunjukkan belarasa, ketika Ia menderita, dan ketika Ia mulia. Kita dapat memandang-Nya, mendengar-Nya dan bercakap-cakap dengan Dia.     

Disiplin doa yang sederhana ini sangat berguna dalam membentuk suatu kerangka yang kokoh di mana kegiatan berpikir kita yang tidak pernah berhenti dapat berubah menjadi doa yang terus-menerus. Dalam doa kontemplatif, Kristus tidak dapat tinggal sebagai orang asing yang dahulu pernah hidup di dunia asing pula. Sebaliknya Ia hidup dan hadir. Kita dapat bercakap-cakap dengan Dia, sekarang dan di tempat ini.

Praktik kontemplatif  yang sudah dipaparkan ini hanyalah satu dari sekian banyak contoh lain.  Yang penting bukanlah bahwa kita menggunakan cara doa ini atau itu, tetapi bahwa kita menyadari cita-cita hidup Kristen yang luhur untuk membuat seluruh hidup kita menjadi doa, akan tetap tinggal sebagai cita-cita kalau kita tidak bersedia untuk mendisiplinkan tubuh, budi, dan hati kita dengan berdoa setiap hari. Yakni secara langsung, sadar dan nyata masuk ke dalam hadirat Bapa kita  yang penuh kasih, melalui Yesus Kristus Putra-Nya.

Tyas Budi Legowo

Foto: Istimewa