Ganti Untung

Published by Admin on

Sabda-Mu Abadi | 29 Juli 2024 | Kel. 22:5-6

”Apabila seseorang menggembalakan ternaknya di ladang atau di kebun anggur dan ternak itu dilepasnya berkeliaran, sehingga ladang orang lain habis dimakan, ia harus memberikan hasil yang terbaik dari ladangnya sendiri atau hasil yang terbaik dari kebun anggurnya sebagai ganti rugi. Apabila api menyala dan menjilat semak duri sehingga memakan habis tumpukan gandum atau gandum yang belum dituai, bahkan ladangnya, maka orang yang menyebabkan kebakaran itu harus mengganti rugi sepenuhnya.”

Menarik disimak besarnya ganti rugi atas ladang atau kebun anggur. Si pemilik ternak yang menyebabkan kerugian itu harus memberikan hasil terbaik dari ladangnya atau kebun anggurnya. Pada titik ini terlihat jelas bahwa ganti rugi itu memang dimaksudkan untuk mengganti kerugian orang yang menjadi korban. Itu jugalah makna leksikon (arti menurut kamus).

Sayangnya, penerapan ganti rugi di Indonesia kebanyakan tidak sesuai dengan kamus. Besarnya ganti rugi sering lebih rendah dari harga pasar. Misalnya, ketika orang terpaksa pindah rumah karena pembangunan jalan, ganti ruginya acap tidak dapat lagi untuk membeli rumah lain—dengan tipe sama—di area dekat situ. Ia harus pindah ke daerah yang lebih pinggir untuk mendapatkan rumah dengan luasan yang sama.

Pada titik ini kita, sebagai sebuah bangsa, sepertinya mesti meneladan prinsip ganti rugi di Israel. Ya, sudah saatnya frasa ”ganti rugi” menjadi frasa ”ganti untung”.

Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media

Silakan klik tautan berikut ini untuk mendengarkan Sabda-Mu Abadi versi siniar:

Foto: Unsplash/Tim M.