Gelap Gulita

Published by Admin on

Sabda-Mu Abadi | 16 Juni 2024 | Kel. 10:21-29

”Ulurkanlah tanganmu ke langit, supaya kegelapan meliputi tanah Mesir, sehingga kegelapan itu sangat terasa” (Kel. 10:21). Demikianlah perintah TUHAN kepada Musa. Musa pun mengangkat tangannya dan selama tiga hari seluruh tanah Mesir diliputi gelap gulita.

Manusia sejatinya makhluk terang. Hanya dalam teranglah manusia dapat melihat. Dalam tulah itu orang Mesir tidak dapat melihat apa-apa dan selama waktu itu tak seorang pun pergi ke mana-mana. Kita tidak tahu apakah mereka menyalakan lampu. Namun, sepertinya kegelapan total itu membuat orang Mesir tidak dapat melihat apa-apa dan tidak bisa pergi ke mana-mana. Bukan satu dua jam, tetapi selama tiga hari. Aktivitas orang Mesir pun total berhenti.

Kalau memang gelap gulita total dan tanpa lampu, betapa repotnya Ibu-ibu harus menyiapkan makanan bagi keluarganya. Dan sungguh merepotkan juga makan dalam keadaan gelap. Suasananya bisa dipastikan resah, tanpa kepastian.

Dalam keadaan semacam itu, Firaun bersikukuh pada pandangannya sendiri. Bisa jadi karena dia merasa dirinya raja diraja, sehingga enggan menyerah. Ia memang bernegosiasi dengan Musa dan mengizinkan umat Israel pergi untuk menyembah TUHAN. Namun, orang Israel tidak boleh membawa hewan ternak mereka.

Dan itulah yang diprotes Musa. Bagaimana mungkin mereka pergi menyembah TUHAN tanpa hewan kurban. Pada anggapan Musa, tak mungkin menghadap TUHAN dengan tangan hampa. Itulah yang dilakukan manusia sejak kisah penyembahan Kain dan Habel. Mereka membawa persembahan bagi TUHAN.

Ketika Firaun mengizinkan umat Israel menyembah TUHAN tanpa hewan kurban, tampaknya Firaun tak rela TUHAN mendapat persembahan dari umat-Nya. Dengan kata lain, Firaun menghalang-halangi umat Israel menyatakan sembah-Nya kepada TUHAN.

Apa yang bisa kita pelajari? Tampaknya para orang tua mesti mendorong anak-anak mereka untuk tidak menghadap TUHAN—meminjam ungkapan pemazmur—dengan tangan hampa. Kita sudah mendapat banyak dari TUHAN. Persembahan itulah bukti penerimaan kita. Dan karena itu memberikan persembahan merupakan keniscayaan.

Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media

Klik tautan berikut ini untuk mendengarkan versi siniar:

Foto: Unsplash/Mika Luoma