Gotong Royong
Ada berita menarik yang dirilis pada Oktober 2022 lalu. Diberitakan bahwa Indonesia sejak 2018, selama 5 tahun berturut-turut, terpilih menjadi bangsa paling dermawan di dunia. Terkejut? Saya juga kaget membaca berita tersebut. Apalagi dalam keseharian kita di jalan, kita selalu dapat melihat betapa banyak orang bersikap egois dan tidak peduli pada aturan berlalu lintas. Dapat kita lihat banyak pengendara sepeda motor tidak mengenakan helm, melanggar marka jalan, melawan arus, memotong jalur kendaraan orang lain, parkir sembarangan di kompleks perumahan dan menyulitkan kendaraan lain untuk melaju di jalan tersebut, dsb. Lalu apa dasar Charities Aid Foundation (CAF) memilih Indonesia sebagai bangsa paling dermawan?
Dikatakan oleh CAF bahwa dari 119 negara yang disurvei, Indonesia mendapat nilai 68/100 dan menduduki peringkat pertama. Dikatakan lebih lanjut oleh CAF bahwa Indonesia layak menjadi bangsa paling dermawan karena delapan dari sepuluh orang Indonesia gemar berdonasi dan enam dari sepuluh orang Indonesia pernah melakukan karya kesukarelawanan.
Jika kita hanya memperhatikan masyarakat perkotaan dan hanya menilai perilaku orang Indonesia dari perilaku di jalan, mungkin nilai kedermawanan orang Indonesia bisa jadi berada di peringkat terendah. Namun, jika kita melihat nilai-nilai yang masih berkembang di pedesaan, barangkali penilaian CAF benar dan sahih. Di pedesaan kalau ada satu keluarga menikahkan anggota keluarganya, maka kita akan segera melihat betapa para tetangga akan segera memberikan sumbangan, baik berupa uang maupun natura. Ini barangkali yang disebut berdonasi. Para tetangga juga dengan segera akan membantu keluarga yang punya hajat. Rewang istilahnya dalam bahasa Jawa. Para remaja dan pemuda akan segera mengatur dirinya untuk membantu baik membuat umbul-umbul/penjor, kembar mayang, penyambut tamu, peladen, maupun mengurus parkir para tamu. Mungkin ini yang disebut CAF sebagai kesukarelawanan. Inilah yang oleh pendiri negara kita, Bung Karno, disebut sebagai budaya gotong royong.
Budaya gotong royong meliputi nilai-nilai kebersamaan, egalitarian—memandang sesama sebagai kesetaraan yang saling menghormati/menghargai serta menyadari adanya kepentingan publik di samping mengakui pula ada kepentingan privat. Dengan demikian, terjadilah keseimbangan antara pemenuhan kepentingan privat dan pemenuhan kebutuhan publik. Ini pula yang dikatakan Paulus kepada jemaat di Filipi, ”Janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga” (Flp. 2:4).
Sri Yuliana
Tangan Terbuka Media
Foto: International Geography