Jadikan Kristus Bertakhta dalam Hati!

Published by Yoel M. Indrasmoro on

”Siapa yang akan berbuat jahat terhadap kamu, jika kamu rajin berbuat baik?” (1Ptr. 3:13). Kalimat tanya ini jawabannya jelas: Tidak ada. Jika ada, orang itu pastilah anomali. Bukan karena sesuatu yang baik, tetapi karena sesuatu yang buruk. Dan memang aneh rasanya jika ada orang yang berbuat jahat karena kita telah berbuat baik. Ini di luar akal sehat.

Namun, harus diakui, dosa cenderung membawa manusia bertindak di luar akal sehat. Sehingga, ada saja orang yang berbuat jahat meski kita berbuat baik. Meskipun demikian, Petrus menulis: ”Sekalipun kamu harus menderita juga karena kebenaran, berbahagialah kamu.”

Menderita karena kebenaran memang di luar akal sehat. Namun, dunia yang terbelenggu dosa sering menjadikannya sebagai hal yang umum. Oleh karena itu, Petrus mengajak umat Allah untuk merasa diri berbahagia. Berbahagia karena mereka diberi kesempatan Allah untuk mengikuti Jejak Kristus.

Bagaimanapun, Kristus adalah tumbal—dikorbankan agar manusia selamat. Oleh karena itu, Paulus menyatakan tak perlu merasa takut atau gentar karena mereka dianggap layak mengikuti jejak Kristus! Dengan kata lain, tak perlu mengeluh, apalagi marah.

Mengkhususkan Kristus sebagai Tuhan

Mudahkah? Pasti tidak! Bagaimana caranya? Petrus punya kiat jitu: ”Kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan!” Artinya, kita dipanggil untuk mengkhususkan Kristus di dalam hati kita sebagai Tuan. Dengan kata lain, hanya Kristuslah yang bertakhta di dalam hati kita.

Berkait hati, orang Yahudi memahami  bahwa  hati  adalah  pusat  perasaan,  juga  pikiran,  manusia. Dan hatilah yang mewarnai seluruh tubuh. Memang semuanya berdasarkan hati. Jika hati kita kotor, kotor pulalah mulut kita. Mata pun jadi suka melihat yang kotor-kotor dan kaki pun melangkahkan diri ke tempat yang kotor. Dan akhirnya seluruh badan jadi kotor seluruhnya.

Sebaliknya, jika  hati  kita  dipenuhi  rasa  damai  sejahtera,  maka  kata-kata yang keluar dari mulut pun menyejahterakan orang lain. Mata kita pun melihat segala sesuatu dari sudut pandang itu. Kalaupun melihat sesuatu yang tidak mendatangkan  damai,  hati  bisa  mengoreksi  dengan  melihat sesuatu di balik yang dilihat itu. Dan akhirnya kaki mengajak tubuh untuk melakukan tindakan-tindakan damai, tak hanya bagi diri sendiri, terutama untuk orang lain.

Ciri-ciri

Dan karena kita rentan, Petrus mengajak umat Allah untuk menjadikan Kristus meraja dalam hati kita. Lalu, apakah ciri-ciri Kristus meraja dalam hati kita?

Pertama, selalu siap memberi jawab atas pengharapan yang kita miliki. Dengan kata lain, kita harus selalu siap ditanya. Mengapa? Karena banyak orang yang bertanya-tanya. Mengapa? Karena mereka melihat bahwa agama Kristen itu unik, tetapi sekaligus membingungkan.

Guru PAK SMA saya, Bapak Muhali Sairoen, kalau memberikan soal ulangan selalu bilang begini, ”Jawablah soal ulangan ini seperti kalau ada orang yang bertanya kepada kalian!” Artinya, kami, para muridnya, diminta memberi jawaban seandainya ada orang yang bertanya langsung kepada kami mengenai iman Kristen.

Kedua, jawablah dengan lemah lembut dan hormat, dan dengan hati nurani yang baik. Misalnya ada yang bertanya, ”Saya enggak percaya bahwa Allah menjadi manusia, bahkan mati untuk manusia! Allah kok mati!” Kita bisa menjawab dengan jujur, ”Saya juga sulit percaya, kok Pak! Allah kok mau mati. Namun, dalam konsep Kristen, Allah itu mati agar manusia hidup. Nah, sekarang pertanyaannya apakah kita lebih suka Allah yang mati atau manusia yang mati? Allah yang mati atau kita yang mati?”

Jika ada yang bertanya, ”Konsep Tritunggal itu tidak masuk di akal saya.” Katakan saja dengan lemah lembut dan hormat, ”Saya juga enggak paham juga kok, Pak! Kalau saya paham semua-mua tentang Allah, jangan-jangan saya telah jadi Allah. Saya saja kadang sulit memahami diri saya sendiri, bagaimana mungkin saya memahami Allah. Kami percaya Tritunggal karena Alkitab menyatakannya. Dan saya belajar untuk percaya.”

Jangan marah, sampaikan dengan lemah lembut dan hormat. Mereka ingin jawaban jujur kita. Karena itu, kita juga mesti menjaga ketulusan hati kita. Ya, jawablah dengan kasih! Caranya! Kuduskan Kristus di dalam hati kita sebagai Tuhan!

Yoel M. Indrasmoro

Foto: Istimewa