Kami Telah Melihat Tuhan!

”Kami telah melihat Tuhan!” (Yoh. 20:25). Demikianlah inti berita yang disampaikan para murid kepada Tomas. Mereka telah melihat Yesus yang bangkit. Kebangkitan itu bukan omong kosong. Mereka sungguh merasakannya. Dengan mata kepala mereka sendiri mereka menyaksikan bahwa Yesus sungguh bangkit.
Dan Yesus yang bangkit itu berkata, ”Damai sejahtera bagi kamu! Sama seperti Bapa mengutus Aku, sekarang Aku juga mengutus kamu.”
Berbagi Damai Sejahtera
Menarik disimak, damai sejahtara yang diberikan berlanjut dengan pengutusan. Dengan kata lain, damai sejahtera itu harus ditularkan. Itulah yang mereka lakukan selanjutnya. Mereka berbagi damai sejahtera dengan Tomas. Mereka tidak ingin menikmati damai sejahtera itu sendirian.
Kita tak pernah tahu alasan ketidakhadiran Tomas. Itu tidak begitu penting. Yang terpenting: para murid tidak menyembunyikan kabar gembira itu. Dengan semangat mereka berkata: ”Kami telah melihat Tuhan!”
Agaknya, mereka sengaja menggunakan kata ganti ”kami”. Ungkapan ”Kami telah melihat Tuhan!” bukanlah pengakuan iman pribadi, melainkan pengakuan iman kelompok. Pada akhirnya itu jugalah pengakuan iman gereja.
Namun, para murid tidak memaksa Tomas percaya. Bagaimanapun, percaya merupakan hal pribadi dan tentunya tidak bisa dipaksakan. Pada titik ini, gereja masa kini perlu belajar dari para murid. Kita tak perlu marah atau tersinggung kalau ada orang yang tak memercayai kebangkitan Yesus Kristus.
Ketika Tomas dengan akal budinya tidak bisa menerima kebangkitan Yesus, mereka tidak melecehkannya, juga tidak menyalahkannya. Mungkin mereka sedih. Akan tetapi, mereka sepertinya sadar kalau mereka menganggap remeh Tomas, atau menganggapnya sesat, ia akan meninggalkan persekutuan.
Jika itu yang terjadi, mereka tidak akan pernah mendengar pengakuan iman Tomas: ”Ya, Tuhanku dan Allahku.” Pengakuan iman yang pendek ini pada masanya merupakan pengakuan iman di kalangan jemaat awal.
Bisa jadi para murid menyadari bahwa pengakuan iman bukan urusan manusia semata. Tuhanlah yang memampukan manusia untuk percaya kepada-Nya. Berkait dengan Tomas, Yesuslah yang menemui Tomas. Bukan sebaliknya. Itu berarti Tuhan pulalah yang memampukan Tomas menjadi percaya.
Untunglah para murid tetap mengasihi Tomas, meski berbeda paham. Pemahaman berbeda memang harus dinyatakan, tetapi jangan menjadi alasan untuk bersikap membedakan.
Menjadi Saksi
Tak hanya kepada Tomas. Sejarah mencatat bagaimana para murid menularkan damai sejahtera itu kepada orang-orang di luar kelompok mereka. Mereka tidak ingin menikmati damai sejahtera itu sendirian. Pada titik ini, mereka sungguh-sungguh menjalankan perintah Yesus.
Itu bukan tanpa konsekuensi. Para rasul pun berkali-kali ditangkap dan dihadapkan pada Mahkamah Agama. Imam Besar pun melarang mereka mengajar dalam nama Yesus.
Menanggapi teguran keras itu, Petrus dan para murid lain berikhtiar: ”Kita harus lebih taat kepada Allah daripada kepada manusia” (Kis. 5:29). Itu dilakukan karena para murid meyakini panggilan mereka sebagai saksi. Petrus menegaskan: ”Kamilah saksi dari peristiwa-peristiwa itu, kami dan Roh Kudus, yang dikaruniakan Allah kepada semua orang yang menaati Dia” (Kis. 5:32).
Itu jugalah ikhtiar pemazmur. Berkaitan dengan kemerdekaan Israel, pemazmur berseru: ”Aku tidak akan mati, tetapi tetap hidup, untuk menceritakan perbuatan-perbuatan Tuhan” (Mzm. 118:17). Pemazmur yang telah merasakan kebaikan Tuhan bertekad menjadi saksi yang menceritakan karya Tuhan itu.
Menjadi saksi memang berisiko. Sebagai saksi, Yohanes pun akhirnya ditangkap dan diasingkan ke Pulau Patmos. Pengasingan merupakan cara penguasa untuk memutus aliran komunikasi. Sebagai makhluk sosial, pengasingan—pemutusan hubungan dengan manusia lain—bisa membuat manusia kehilangan kemanusiaannya, bahkan bisa menjadi gila.
Namun, dalam pengasingannya Yohanes masih mampu memberi salam kepada ketujuh jemaat. Perhatikan awalan surat Yohanes: ”Anugerah dan damai sejahtera menyertai kamu…” (Why. 1:4). Meski diasingkan, Yohanes masih bisa berbagi damai sejahtera kepada orang percaya lainnya. Dia tidak minta dikasihani. Dia malah berbagi kasih.
Persekutuan Sejati
Kok Bisa Ya? Tampaknya, persekutuan dengan Yesus Kristus, Saksi yang setia, memampukan Yohanes setia sebagai saksi. Persekutuan sejati itu tampaknya mewarnai kehidupan pelayanan Yohanes.
Kesetiaan Yesus sungguh terbukti saat Dia menjalankan misi-Nya hingga akhir. Kesetiaan itu terlihat kala Dia berkata: ”Sudah Selesai.” Tak ada lagi pekerjaan rumah. Semua sudah diselesaikan. Tiada yang tersisa. Itulah kesetiaan sejati. Dan ukurannya adalah nyawa.
Persekutuan sejati dengan ”Saksi yang setia” kelihatannya memampukan Yohanes dan para murid lainnya tetap menjalankan tugasnya sebagai saksi hingga akhir. Saudara dan saya adalah bukti dari kesetiaan mereka!
Kemungkinan besar, Saudara juga setuju dengan syair Mangapul PS ini: ”Andaikata dulu Murid-Mu tidak sudi bekerja mengabarkan cinta kasih-Mu pada dunia bercela, maka Injil yang Kauberikan pasti kini tak tersebar, sehingga dunia akan hilang, tetap berdosa, bercemar” (Kidung Jemaat 429:2).
Untunglah mereka sudi berbagi damai sejahtera! Karena itulah kita memohon: ”Utus kami menjadi saksi yang setia beriman, mengisahkan kasih sorgawi pada orang berbeban” (Kidung Jemaat 429:3).
Yoel M. Indrasmoro
Foto: Istimewa