Kunjungan Maria

Perjumpaan Maria dan Elisabet merupakan kisah adven versi khas Lukas. Sebagai penulis, Lukas meyakini bahwa nubuat Mikha—”Tetapi engkau, hai Betlehem Efrata, hai yang terkecil di antara kaum-kaum Yehuda, dari antaramu akan bangkit bagi-Ku seorang yang memerintah Israel…” (Mi. 5:1)—mulai digenapi dalam diri Maria.
Di mata Lukas, Maria merupakan figur sentral. Dalam pandangannya, apa pun yang dilakukan Maria pasti penting. Itulah sebabnya Lukas mencatat kunjungan Maria ke rumah Elisabet di pegunungan Yehuda.
Aksi Damai
Kita tak pernah tahu persis alasan di balik kunjungan itu. Kita hanya bisa menduga-duga. Maria agaknya ingin memastikan perkataan Gabriel tentang sanaknya Elisabet yang tengah mengandung di usia lanjut.
Atau, bisa juga Maria hendak menghindari gosip berkait dengan kandungannya yang mulai berisi. Tentu, semua itu hanya dugaan. Alasan pastinya hanya Maria yang tahu.
Meski demikian, kita bisa menduga, dan tak terlalu meleset kiranya, bahwa kehadiran Maria membawa penghiburan tersendiri bagi Elisabet. Meski bukan Raja Damai, tindakan Maria kelihatannya memberikan rasa damai dalam diri Elisabet.
Kunjungan Maria bisa dikategorikan sebagai aksi damai. Berkunjung mensyaratkan adanya waktu dalam diri yang berkunjung. Artinya: Sang Pengunjung menyediakan waktu bagi orang lain.
Itu berarti pribadi yang dikunjungi bukanlah pribadi biasa, tetapi merupakan figur penting di matanya. Begitu pentingya, sehingga dia merasa perlu menyambangi. Jika tidak, tentulah dia tidak akan menyediakan waktu bagi orang tersebut.
Berkunjung berawal dari kepedulian. Maria peduli terhadap Elisabet. Di matanya Elisabet butuh pendampingan. Bagaimanapun, Elisabet tak lagi muda dan belum punya pengalaman melahirkan. Mungkin saja Elisabet merasa resah menantikan kelahiran bayinya. Karena itulah, Maria merasa perlu mengunjunginya untuk berbagi damai.
Berbagi Salam
Berbagi damai bukanlah perkara gampang. Bisa jadi orang lain menolak pemberiaan tersebut. Sebagai pemberi, Maria harus bersedia menerima penolakan. Namun demikian, Maria menempuh risiko itu!
Tindakan berbagi juga bisa berbahaya. Dalam diri orang yang berbagi kadang timbul perasaan lebih tinggi ketimbang orang yang dibagi. Kita merasa puas karena ego terpuaskan. Kalau sudah begini kita akan jatuh ke dalam kesombongan pribadi.
Kemungkinan itu selalu ada. Namun, jangan sampai kita tak mau berbagi karena takut akan menjadi sombong. Di sini kita perlu senantiasa terbuka untuk memeriksa diri dan bertanya: ”Apa tujuan pemberian itu?”
Maria hanya ingin membagikan rasa damai kepada Elisabet. Tentu dia juga ingin bergembira bersama Elisabet. Dia ingin cerita-cerita. Kita tidak tahu—sebagaimana lazimnya orang Timur—apakah Maria membawa buah tangan. Akan tetapi, buah tangan terbesar adalah diri kita sendiri.
Elisabet bersaksi, kedatangan Maria memang memberikan rasa damai. Istri Zakharia itu spontan berseru, ”Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu” (Luk. 1:42).
Elisabet menyatakan bahwa salam Maria membuat bayi dalam rahimnya bergerak kegirangan. Pemberian salam pun merupakan aksi damai. Bagaimanapun, salam berarti damai. Berbagi salam berarti berbagi damai.
Di Minggu Adven keempat kita ditantang untuk memberi salam (damai) kepada sesama. Tentunya, bukan sekadar kata, tetapi tindakan-tindakan nyata yang membuat orang di sekitar kita merasa damai. Kala memberi damai, kita pun akan merasa damai.
Maria pun Terhibur
Itu jugalah yang terjadi dalam kunjungan Maria. Dalam perjumpaan itu tak hanya Elisabet yang terhibur. Maria pun turut terhibur. Dia agaknya juga gembira mendengar bagaimana Elisabet berkata, ”Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku?” (Luk. 1:43).
Perkataan itu kemungkinan besar menguatkan Maria. Bukankah mereka tak pernah kontak sebelumnya? Maria, sebagaimana perangainya yang suka menyimpan perkara dalam hati, tidak pernah gembar-gembor perihal kedatangan Gabriel. Namun, Elisabet dengan jelas mengatakan bahwa Maria adalah Bunda Tuhan.
Jelaslah, kedua perempuan itu saling menghibur. Seandainya tidak berkunjung ke rumah Elisabet, Maria pun tidak akan pernah mendapatkan penghiburan semacam itu. Tampaknya, Maria pulang ke Nazaret sebagai orang yang telah dikuatkan. Maria telah diteguhkan!
Bisa jadi, perkataan Elisabet menjadi modal berharga bagi Maria dalam menghadapi desas-desus berkenaan dengan bayi yang dikandungnya. Juga dalam menghadapi Yusuf, tunangannya. Sekali lagi, semua itu terjadi saat Maria mengunjungi Elisabet.
Dalam kisah kunjungan Maria nyatalah: kala berbagi, kita menerima. Seseorang mungkin kehilangan sesuatu saat berbagi, tetapi bisa jadi dia akan menerima lebih dari yang dibayangkan. Baik Maria dan Elisabet saling meneguhkan!
Itu jugalah Natal—kisah Allah yang berkunjung kepada manusia. Allah mengunjungi manusia agar mereka mendapatkan kembali persekutuan dengan-Nya. Allah ingin bersekutu dengan manusia. Allah ingin berbagi Diri.
Jika Allah saja mau berbagi Diri, mengapa kita tidak?
Selamat Menyambut Natal!
Yoel M. Indrasmoro