Masih Banyak PR Buat Kita
Setiap hendak memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI biasanya saya begitu antusias mempersiapkannya. Sebagai pecinta flora, saya mengunggah foto-foto dari berbagai jenis bunga yang berwarna merah dan putih di beranda media sosial saya tepat di tanggal 17 Agustus disertai dengan ucapan bertuliskan, ”Dirgahayu Republik Indonesia”. Unggahan ini sekaligus mengingatkan khalayak bahwa Indonesia adalah negeri yang memiliki begitu banyak kekayaan alam termasuk aneka flora yang begitu indahnya. Terlihat bahwa Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI itu begitu spesial di benak saya. Namun, HUT-RI kali ini berbeda. Saya tidak seantusias biasanya. Di manakah persoalannya? Apakah karena saya melihat seremoni di Ibu Kota Nusantara dan mengetahui bahwa acara itu memerlukan biaya yang begitu mahal? Bukankah ada benarnya bahwa ”tidak ada yang mahal untuk kemerdekaan”? Atau ada alasan lainnya?
Melihat situasi negeri ini, sebuah pertanyaan muncul: Bagaimana masa depan bangsa ini? Ada keresahan dan kegamangan yang timbul tatkala hendak membuat perubahan walaupun hanya sedikit agar Indonesia menjadi lebih baik. Namun, haruskah perasaan negatif seperti ini dituruti yang kemudian menggiring kita menjadi pesimis dan tidak melakukan apa-apa untuk negeri tercinta? Pertanyaan-pertanyaan reflektif berikut ini menolong kita untuk menjaga kesadaran kita di zaman yang membingungkan bagi banyak orang. Siapakah saya? Untuk apa saya ditempatkan di sini? Mengapa saya melihat peristiwa-peristiwa seperti ini? Apa yang sesungguhnya Tuhan kehendaki untuk saya lakukan atau wujudkan? Apa yang sudah saya perbuat untuk negeri ini?
Pertanyaan berikutnya, apakah Indonesia benar-benar merdeka? Realitasnya masih banyak praktik korupsi, kolusi dan nepotisme yang membelenggu, menjajah dan merampas hak-hak rakyat Indonesia. Kegelapan masih terus menyelimuti, kejahatan makin menjadi-jadi, banyak orang yang tidak merasa malu dan tidak merasa bersalah ketika melakukan tindakan yang merugikan orang lain. Negeri ini seperti kekurangan teladan karena banyak pemimpin yang mengecewakan. Belum lagi soal kerusakan lingkungan karena dianggap objek yang bisa dieksploitasi tanpa mengingat keberlangsungan bumi ini.
Merdeka berarti bebas, lepas, tidak mendapat tekanan dari luar dan tidak terjajah. Sebagai orang percaya kita adalah manusia merdeka, manusia yang tidak lagi terbelenggu oleh dosa karena Allah telah memerdekakan kita dari hukuman maut melalui pengorbanan Kristus di kayu salib. Dalam Yohanes 8:32 dan 36 tertulis: ”dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu. Jadi, apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamu pun benar-benar merdeka.” Melalui firman Tuhan ini kita diingatkan bahwa ketika kita hidup di dalam firman-Nya, artinya melakukan seluruh firman Tuhan, maka kita akan memiliki kebenaran yang memerdekakan kita sehingga kita dimampukan oleh Tuhan untuk menjadi terang. Kita tidak lagi terbelenggu oleh masa lalu dan tidak khawatir akan masa depan, termasuk dalam kehidupan bernegara.
Lagu pujian dalam PKJ 241 mengingatkan kita bahwa kita memang tidak mengetahui situasi Indonesia di masa mendatang, namun sebagai orang percaya kita yakin bahwa Tuhan senantiasa hadir dan menopang. Itu sebabnya kita tidak perlu resah dan gamang, namun terus berkarya melalui potensi dan talenta yang Tuhan anugerahkan.
Tak ’ku tahu ’kan hari esok, namun langkahku tegap.
Bukan surya kuharapkan, kar’na surya kan lenyap.
O tiada ’ku gelisah, akan masa menjelang;
’ku berjalan serta Yesus. Maka hatiku tenang.
Refrein:
Banyak hal tak kufahami, dalam masa menjelang.
Tapi t’rang bagiku ini: Tangan Tuhan yang pegang.
Kalau para pejuang dengan gigih berani berjuang melawan penjajah dan berhasil merebut kemerdekaan Indonesia, maka saatnya kita menyuarakan kebenaran agar nama Tuhan dimuliakan. Masih banyak PR buat kita, mari terus bergerak dan percaya.
Yudi Hendro Astuti | Sobat Media
Foto: Unsplash/Ashkan Forouzani