Melihat

Published by Yoel M. Indrasmoro on

”Ketika mendarat, Yesus melihat orang banyak berkerumun, maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka seperti domba yang tidak mempunyai gembala. Lalu mulailah Ia mengajarkan banyak hal kepada mereka.” (Mrk. 6:34).

Tak hanya itu. Yesus pun akhirnya memberi makan orang banyak itu. Semuanya itu bersumber dari hati penuh kasih. Dan hati penuh kasih itu digerakkan oleh satu kegiatan fisik: melihat.

Yesus melihat. Guru dari Nazaret itu tidak menutup mata. Mata-Nya senantiasa terbuka. Keterbukaan mata itulah yang membuat Dia mampu memahami keadaan orang banyak itu. Kepedulian biasa berawal dari keinginan untuk senantiasa membuka indra penglihatan. 

Yesus melihat. Bahkan, melihat lebih dalam. Ia tidak langsung menutup mata setelah menyaksikan keadaan orang banyak itu. Ia tetap ingin membuka mata-Nya.

Guru dari Nazaret itu tak hanya asal melihat. Ia tidak melihat orang banyak itu sebagai kumpulan. Lebih jauh, Yesus melihat orang banyak itu sebagai orang yang tidak mempunyai gembala. Yesus melihat orang banyak itu sebagai sekelompok orang tanpa arah. Orang banyak itu tanpa kepala.

Tanpa kepala bukanlah hal ideal. Tindakan anarkis bisa terjadi kapan saja. sejatinya, anarkis berasal dari bahasa Latin an (tanpa) dan arkhe (kepala). Arti harfiahnya tanpa kepala. Dan Yesus tidak ingin terjadi tindakan anarkis. Semuanya itu digerakkan oleh satu kegiatan fisik: melihat. Itu jugalah yang mesti dilakukan semua pemimpin.

Kita semua juga pemimpin. Bisa memimpin banyak orang, bisa pula sedikit orang. Kepala keluarga memimpin keluarganya, suami memimpin istrinya, kakak memimpin adiknya, guru memimpin muridnya, atasan memimpin bawahannya, direktur memimpin karyawannya, dan presiden memimpin negaranya. Setidaknya, kita memimpin diri kita sendiri.

Sebagai pemimpin, kita tak boleh menutup mata. Setelah itu, kita perlu turun tangan berlandaskan hati tulus. Hanya dengan cara itulah kepemimpinan bisa berjalan efektif.

Semuanya memang berawal dari perhatian. Semasa hidup, Bunda Teresa dari Kolkata berkata, ”Perhatian adalah awal kesucian besar. Bila Saudara belajar untuk memperhatikan kepentingan orang lain, Saudara akan makin menyerupai Kristus. Karena hati-Nya lembut, selalu memikirkan kebutuhan orang lain. Ia berkeliling sambil berbuat baik.”

Pertanyaannya: Berapakah kadar perhatian kita kepada orang-orang yang kita pimpin?

Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media

Foto: Istimewa