Menggirangkan Hati Allah

Published by Yoel M. Indrasmoro on

”Demikianlah Allahmu akan girang hati atasmu” (Yes. 62:5). Betapa indahnya kalimat tersebut—terkesan mustahil. Umat yang dikenal keras kepala itu ternyata bisa menyukakan hati Allah.

Nubuat itu merujuk kondisi Israel pascapembuangan. Mulanya, Yesaya bernubuat mengenai hukuman buang karena Israel telah mendukakan hati Allah. Israel telah mengkhianati-Nya. Israel tak lagi memuliakan,bahkan berpaling dari Allah.

Allah yang kudus senantiasa menuntut kekudusan umat-Nya. Allah menuntut Israel bersikap sebagai hamba. Namun, Israel bersikap sesuka hati. bahkan mengangkat diri sebagai tuhan. Mereka tak lagi membutuhkan Allah. Karena itulah, Allah membuang Israel ke Babel.

Allah Menyelamatkan

Namun demikian, tidak selama-lamanya Allah menghukum umat-Nya. Allah berjanji melepaskan Israel. Allah membenci dosa, namun mengasihi manusia berdosa. Inilah hakikat Injil: Allah membenci dosa, namun mengasihi pendosa.

Daud pun mengakui kasih setia Allah. Kisah hidup Daud memperlihatkan bagaimana Allah tidak membuangnya, meski dia melakukan dosa keji: berselingkuh dan membunuh suami selingkuhannya. Sehingga Daud mengakui: ”Ya TUHAN, kasih-Mu sampai ke langit, kesetiaan-Mu sampai ke awan.” (Mzm. 36:6). Allah memang memulihkannya.

Sebagai bangsa yang telah dua kali ditebus, dari Mesir dan dari Babel, sang nabi—yang namanya berarti Allah menyelamatkan—memperingatkan Israel untuk hidup dalam penebusan itu. Israel harus hidup sebagai hamba Tuhan. Sebagai hamba, Israel harus berupaya senantiasa menggirangkan hati Tuhan.

Di tangan Allah, Israel akan dijadikan mahkota keagungan. Persoalannya masih tetap sama: Apakah Israel bersedia hidup sebagai mahkota keagungan atau tidak? Allah berkenan menyelamatkan Israel. Selanjutnya: Apakah Israel mau hidup dalam perkenanan Allah itu?

Menyala Seperti Suluh

Dengan kata lain: apakah Israel mau menghadirkan keselamatan (syalom) yang ”bersinar seperti cahaya” dan ”menyala seperti suluh”. Sebagai bangsa yang telah diselamatkan, maukah Israel bertindak seperti suluh yang menyala di waktu malam agar makin banyak orang merasakan keselamatan Allah itu.

Suluh hanya berfungsi jika menyala. Jika tetap dalam keadaannya, tak dinyalakan, dia takkan berguna sama sekali. Suluh memang berguna, tetapi jika dan hanya jika menyala.

Israel diminta untuk bercahaya karena memang itulah kebutuhan dasar manusia. Jika berbuat demikian, mereka akan menjadi saksi kebenaran dan orang akan menghargainya.  Umat akan dikenal dengan identitas baru—”mendapat nama baru”—sehingga Tuhan dimuliakan. Itulah yang menggirangkan hati Allah.

Kepada jemaat Korintus, Paulus menegaskan bahwa Israel baru—para pengikut Kristus—adalah orang-orang yang dikaruniai Allah (I Kor. 12:1-11). Tak hanya keselamatan, kepada setiap orang Roh memberikan karunia. Dan karunia itu bukan untuk dinikmati sendirian, tetapi untuk dibagikan demi kepentingan bersama.

Karena itu, perlu pula tumbuh sikap peduli pada diri setiap pengikut Kristus. Apa artinya karunia, jika tidak digunakan dan dibagikan untuk kepentingan bersama?

Kisah Perjamuan di Kana

Kisah Perjamuan di Kana (Yoh. 2:1-11) merupakan kumpulan kisah kepedulian untuk kepentingan bersama.

Kala mengetahui bahwa persediaan anggur habis, Maria bergerak cepat. Yesus pun demikian. Meski waktu-Nya belum tiba, Yesus, sebagaimana Maria, juga peduli untuk menyelamatkan pesta itu. Yang tak boleh dilupakan juga adalah peran para hamba.

Para hamba itu—yang tak tercatat namanya—menaati perintah Yesus. Mereka tidak menolak ketika Yesus meminta mereka mengisi tempayan-tempayan itu penuh dengan air.

Yesus bukanlah majikan mereka. Mereka bisa saja menolak Yesus dengan alasan sibuk. Lagi pula, tak ada tip untuk kerja tambahan itu. Tetapi, mereka menaati-Nya.

Satu tempayan berisi sekitar 100 liter air. Dengan demikian dibutuhkan 600 liter untuk mengisi enam tempayan itu hingga penuh. Tak sedikit jumlahnya, namun mereka taat. Ketaatanlah yang memungkinkan mukjizat terjadi di kana.

Kemudian Yesus meminta mereka mencedok air dalam tempayan itu dan membawanya ke pemimpin pesta. Ini bukan hal yang gampang dilakukan. Merekalah saksi bahwa airlah yang ada dalam tempayan itu. Dan Yesus meminta mereka membawa air itu untuk dicicipi pemimpin pesta. Bukankah cari penyakit namanya? Namun, mereka melakukannya!

Taat Karena Peduli

Kata hamba bukan kata asing dalam kosakata Kristen. Tak sedikit orang yang bangga dengan sebutan itu. Masalahnya: banyak yang menjalani panggilan selaku hamba Allah, namun tidak penuh. Tidak seratus persen. Tidak total.

Kelihatannya, kepedulian terhadap pesta itu membuat mereka menaati Yesus. Mereka prihatin dengan pesta tersebut.

Para hamba itu mungkin mengetahui kegelisahan Maria. Mereka mungkin juga mendengar percakapan antara Maria dan Yesus. Yang pasti, mereka juga ingin berbuat sesuatu untuk menyelamatkan pesta itu.

Sama seperti Maria dan Yesus, mereka tidak ingin menyaksikan pesta itu berantakan. Mereka ingin melihat pengantin itu berbahagia di hari bahagia mereka. Mereka ingin membahagiakan orang lain.

Itulah yang menggirangkan hati Allah.

Yoel M. Indrasmoro

Foto: Istimewa