Menjadi Gembala? Mari Belajar Menjadi Domba!

Published by Yoel M. Indrasmoro on

”TUHANlah gembalaku” (Mzm. 23:1). Demikianlah Daud memulai mazmurnya. Ini merupakan pengakuan imannya. Hanya tiga kata. Jelas TUHAN adalah subjek. Artinya: TUHAN itu pusat. Dia adalah penggerak segala sesuatu.

Kenyataannya, TUHAN memang subjek. Dialah yang menggerakkan segala sesuatu. Alkitab kita diawali dengan sebuah pengakuan iman: ”Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi.” Artinya Ia pemrakarsa awal; Pencipta. Di luar diri-Nya adalah ciptaan.

Tuhan, Sang Pencipta, disebut ”gembalaku”. Ada kata milik ”ku”di sini. Artinya, ada kaitan erat antara Tuhan dan penyebutnya. ”Tuhanlah gembalaku” memang bukan kalimat kosong. Ada hubungan erat antara Tuhan dan orang yang menyebut-Nya sebagai gembala.

Dan hubungan ini bukanlah tanpa akibat. Perhatikan kalimat selanjutnya ”takkan kekurangan aku”. ”TUHANlah gembalaku”dilanjutkan dengan kalimat ”takkan kekurangan aku”. Pengakuan itu ada konsekuensinya, yaitu ”takkan kekurangan aku”. Dalam Alkitab Terjemahan Lama tertulis Bahwa Tuhan itulah gembalaku, maka tiada aku akan kekurangan suatupun. Jelaslah, kalau Tuhan yang menjadi gembala, kita tidak akan kekurangan apa pun.

Mungkin, akan timbul lagi pertanyaan, apakah itu berarti orang percaya tidak akan pernah mengalami kesulitan hidup? Menarik untuk kita simak, bahwa ayat-ayat selanjutnya menyatakan bahwa domba itu tetap harus berjalan menuju rumput yang hijau dan air yang tenang. Jadi, ya harus capek. Kenyataan di dunia ini, tidak semua rumput hijau dan tidak semua air. Jangan lupa, bahwa hidup di dunia membuat kita sesekali berjalan dalam lembah kekelaman. Tetapi, dalam semuanya itu Tuhan beserta.

Penyertaan Tuhan, itulah kunci dari Mazmur 23 ini. Sebaiknya kita tidak hanya berfokus keadaan gemah ripah loh jinawi yang digambarkan pada ayat 2-6. Bukan itu fokusnya. Titik pusatnya adalah dalam keadaan apa pun Tuhan beserta kita. Sebab, Dia adalah gembala kita.

Mendengarkan Suara-Nya

Hanya yang perlu kita ingat berkait dengan Mazmur 23 ini adalah apakah kita sudah mendengarkan suara-Nya? Tuhan Yesus, Sang Gembala Agung, pernah berkata, ”Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku” (Yoh. 20:27).

Mendengarkan suara Allah menjadi tindakan logis karena kita memang sering kali tidak tahu jalan mana yang harus kita pilih. Sedangkan Allah, Sang Pencipta, sungguh tahu jalan mana yang harus kita ikuti. Menarik disimak, kata-kata dalam Mazmur 23—sebagai kata kerja untuk TUHAN, misalnya: ”membaringkan”, ”membimbing”, ”menyegarkan”, ”menuntun”—berkait dengan suara.

Dia membaringkan, membimbing, menyegarkan, dan menuntun dengan suara! Nah, pertanyaannya adalah apakah kita mau mendengarkan suara-Nya. Lagi pula, bagaimanakah kita tahu kehendak-Nya, jika kita tidak mau mendengarkan suara-Nya.

Salah satu pribadi yang sungguh-sungguh mendengarkan suara gembalanya adalah Tabita. Lukas mencatat: ”Perempuan itu banyak sekali berbuat baik dan memberi sedekah” (Kis. 9:36). Ketika Tabita meninggal banyak janda yang meratapi kepergiannya dan memperlihatkan semua baju dan pakaian yang dibuatnya bagi mereka.

Sebagai domba yang baik, Tabita dimampukan menjadi gembala yang baik bagi janda-janda di sekitarnya. Ya, hanya domba yang baiklah yang akan menjadi gembala yang baik. Setiap Kristen dipanggil menjadi gembala bagi orang-orang yang dipercayakan Tuhan kepadanya. Dan itu hanya mungkin kalau mereka bersedia terlebih dahulu menjadi domba yang mendengarkan suara Gembala Agung, yaitu Tuhan sendiri.

Tak mudah memang. Akan tetapi, kita mempunyai teladan sejati. Yesus Tuhan kita adalah Anak Domba. Artinya, sebagai Anak Domba, Dia sungguh-sungguh taat kepada Bapa-Nya. Dia tidak menjalani sesuatu seturut dengan kehendak-Nya sendiri. Perhatikan, kata-kata Yesus di Taman Getsemani sejatinya merupakan teladan sempurna bagi kita. Dan karena telah sempurna menjalankan tugas-Nya Anak Domba, maka Yesus Orang Nazaret sungguh-sungguh dapat menjadi Gembala Agung.

Sekali lagi, panggilan kita adalah menjadi gembala! Karena itu, mari kita terlebih dahulu menjadi domba yang baik—yang mendengarkan suara Gembala Agung kita!

Yoel M. Indrasmoro

Foto: Istimewa