Menjadi Teladan
”Sebab itu, lakukan dan peliharalah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi jangan kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya” (Mat. 23:3).
Kata-kata Yesus mengenai ahli Taurat dan orang Farisi keras. Namun, bukan tanpa dasar. Kata-kata-Nya berdasar pada kenyataan bahwa ahli Taurat dan orang Farisi sibuk mengajarkan Taurat, tetapi tidak melakukannya. Mereka jago ngomong, sayangnya kopong.
Kata Berbuah dalam Karya
Nah, Sang Guru tidak ingin para murid-Nya mengikuti jejak ahli Taurat dan orang Farisi itu. Yesus sungguh menekankan pentingnya keselarasan kata dan karya. Yesus mewajibkan para murid-Nya mengikuti jejak Sang Guru: kata mereka berbuah dalam tindakan.
Tidak mudah menyelaraskan tindakan dan omongan. Namun, itulah panggilan seorang Kristen. Kristen berarti pengikut Kristus. Artinya: kita harus melakukan apa yang Kristus lakukan. Salah satu hal yang perlu ditiru: membicarakan apa yang dilakukan; dan melakukan apa yang dibicarakan sebagaimana Yesus Kristus—Firman yang menjadi manusia!
Yesus begitu berwibawa di mata orang-orang sezamannya karena perbuatan-Nya merupakan wujud nyata ucapan-Nya. Dan Ucapan-Nya merupakan rumus verbal perbuatan-Nya. Tidak lebih, tidak kurang. Dan Yesus Orang Nazaret ingin para murid-Nya mengikuti jejak-Nya—kata berbuah dalam karya.
Apa lagi, kalau seseorang dipanggil menjadi seorang guru, orang tua, atau pemimpin. Pada ketiga jabatan tersebut, keteladanan merupakan harga mati. Saat orang-orang yang berjabatan guru, orang tua, dan pemimpin tidak melakukan apa yang mereka ajarkan, jabatan itu akan tinggal nama tanpa arti. Lebih gawat lagi, jabatan itu malah menjadi bahan olok-olok.
Namun demikian, kecaman Yesus itu tak perlu membuat kita kecil hati! Jika sekarang kita memegang jabatan tersebut—entah sebagai guru, orang tua, maupun pemimpin—tak ada jalan lain kecuali menjadi teladan. Hanya dengan cara itulah kita akan mampu menjalani jabatan itu dengan sebaik-baiknya.
Yesus memang guru. Dia adalah pribadi yang dapat digugu dan ditiru. Jika dalam diri Yesus para murid menyaksikan bahwa Sang Guru tak beda dengan orang-orang yang dikecam-Nya, ajaran-Nya hanya akan menyapa angin, dan akhirnya lalu bersama angin. Para murid akan lenyap satu per satu. Fakta bahwa para murid tetap menjadi murid-Nya membuktikan bahwa Yesus memang sosok guru kredibel.
Teladan Hidup
Dan itulah yang dilakukan Paulus. Kepada jemaat di Tesalonika Paulus menulis: ”Kamulah saksi, demikian juga Allah, betapa saleh, adil dan tak bercacatnya kami di antara kamu yang percaya. Kamu tahu, betapa kami, seperti bapa terhadap anak-anaknya, telah menasihati kamu dan menguatkan hatimu seorang demi seorang, dan meminta dengan sangat, supaya kamu hidup sesuai dengan kehendak Allah, yang memanggil kamu ke dalam Kerajaan dan kemuliaan-Nya” (1Tes. 2:10-12).
Pertanyaan yang langsung terlintas dalam benak adalah ”Beranikah, sebagaimana Paulus, kita mengatakan kepada orang-orang yang kita layani atau kepada anggota keluarga kita sendiri?”
Kalau kepada orang yang kita layani, mungkin kita tak merasa adanya persoalan. Namun, bagaimana dengan anak-anak kita? Sebab, mereka sungguh-sungguh mengenal kita. Mereka tahu kita luar dalam. Namun demikian, inilah sejatinya panggilan setiap orang tua—mendorong anak-anak mereka untuk hidup dalam Kerajaan dan kemuliaan-Nya.
Hidup dalam kerajaan berarti anak-anak paham bahwa mereka adalah hamba Allah. Mereka tidak boleh semaunya karena mereka adalah hamba Allah. Bahkan mereka harus memperlihatkan kemuliaan kerajaan Allah itu dalam keseharian hidupnya. Jika kita memang warga kerajaan Allah, biarlah tetangga kita boleh juga merasakan kemuliaan Kerajaan Allah itu.
Dalam pengggalan suratnya ini, Paulus memperlihatkan pula betapa pentingnya keselarasan antara kata dan tindakan. Memang ada hubungan erat antara nasihat dan kenyataan hidup. Nasihat akan sungguh-sungguh manjur ketika yang memberikan nasihat senantiasa hidup dalam nasihatnya! Dan ini adalah panggilan utama seorang pemimpin.
Pada titik ini pula, keluarga sejatinya dapat menjadi sekolah kepemimpinan. Anak-anak perlu dibekali sayap dan akar. Mereka perlu diberikan sayap agar dapat mengembangkan diri mereka setinggi-tingginya, tetapi juga perlu dibekali akar agar mereka tetap memiliki nilai-nilai kehidupan. Dan orang tua dapat menjadi tutor pelatihan kepemimpinan itu.
Dan syaratnya cuma satu: Menjadi Teladan!
Yoel M. Indrasmoro
Foto: Istimewa