Merayakan Tritunggal

Published by Yoel M. Indrasmoro on

Mengapa kita memanggil Allah dengan sebutan Bapa? Tentu karena Yesus, Anak Allah, mengajarkannya. Di mana? Di dalam Alkitab!

Lalu mengapa kita bisa begitu memercayai Alkitab? Mengapa kita membedakannya dari buku-buku lain yang ada di bumi ini? Mengapa kita bisa-bisanya menjadikan Alkitab sebagai pegangan hidup? Jawabnya hanya satu: Roh kudus memampukan kita!

Kalau kita begitu percaya diri menyapa Allah dengan sebutan Bapa, itu hanya mungkin terjadi karena Roh Kudus memampukan kita! Perhatikan surat Paulus kepada Jemaat Roma: ”Sebab, kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru, ’Ya Abba, ya Bapa!’” (Rm. 8:15).

Kalau kita begitu percaya diri memercayai bahwa Allah menjadi menjadi manusia dalam diri Anak-Nya Yesus Kristus—bahkan mati dan bangkit lagi; itu hanya mungkin terjadi karena Roh Kuduslah yang membuat kita percaya! Dan kalau kita percaya, sejatinya itu pun hanya anugerah!

Mengapa anugerah? Sesungguhnya, kalau kita mau jujur, kemanusiaan kita begitu terbatas sehingga tak mungkin memahami Allah. Kemanusiaan kita cenderung untuk mengatakan bahwa Allah adalah pribadi yang sewenang-wenang! Logika mengajak kita berpikir ke arah itu!

Mengapa Allah menciptakan manusia? Lalu, mengapa Allah membiarkan manusia itu memakan buah pengetahuan yang baik dan jahat? Bukankah Allah Mahatahu dan Mahapengasih? Lalu mengapa Allah tidak mencegah manusia jatuh ke dalam dosa manusia? Itu tentang Allah Bapa! Logika manusia berdosa mengarahkan manusia untuk menyimpulkan bahwa Allah itu sewenang-wenang.

Memang itulah dasar argumentasi Iblis. Manusia tidak mati, bahkan menjadi seperti Allah. Hanya saja, Allah tak mau disaingi! Logika Adam dan Hawa pun menggugu logika Iblis. Dan dosa pun menjalar ke mana-mana hingga hari ini!

Lalu, mengenai  keselamatan, betapa enaknya menjadi seorang Kristen. Tinggal percaya langsung selamat! Perhatikan ayat terkenal ini: ”Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh. 3:16)!

Enak sekali bukan! Tanpa ritual apa pun, tanpa kerja keras apa pun. Percaya? Selamat! Logika manusia berdosa mengarahkan manusia akhirnya menyimpulkan: Murah benar keselamatan macam begini! Sebab logika manusia adalah ”semua ada harganya”. Kalau ingin sesuatu, ya harus melakukan sesuatu!

Jika sudah begini, kita perlu bertanya, ”Apakah memang mudah bagi kita untuk percaya?” Kenyataannya tidak. Dan kepercayaan menuntut kita hidup dalam kepercayaan itu. Itu jugalah yang membuat Nabi Yesaya ketakutan, ”Celaka aku! Aku binasa! Sebab aku ini seorang yang najis bibir, dan aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang najis bibir, namun mataku telah melihat Sang Raja, TUHAN semesta alam.”

Kepercayaan itu bukan sekadar omongan. Kepercayaan itu mendorong kita untuk hidup kudus. Hidup yang sesuai dengan kehendak Allah. Jadi, iman Kristen bukan iman murahan. Sekali lagi, kita percaya pun karena anugerah Allah. Itulah yang dimaksud dengan dilahirkan dan dibarui oleh Roh Kudus. Nabi Yesaya pun dibarui bibirnya. Agar ucapan yang keluar dari bibirnya kudus semata.

Sekali lagi, iman memang misteri. Dan misteri bukan untuk diperdepatkan melainkan dirayakan! Dan semuanya itu hanya merupakan karya Roh Kudus! Dan kita pun dipanggil untuk bermadah: ”Hormat bagi Allah Bapa, hormat bagi anak-Nya, hormat bagi Roh Penghibur, Ketiga-Nya yang Esa.” (Nyanyian Rohani 3:1).

Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media

Foto: Istimewa