Pada Minggu Trinitas

Apakah yang hendak kita renungkan pada Minggu Trinitas ini? Kita harus mengakui, istilah Allah Trinitas atau Allah Tritunggal adalah misteri iman. Saudara dan saya hanya mungkin mengenal Allah sejauh Allah memperkenalkan diri-Nya kepada kita.
Ada yang tahu saya fobia binatang apa? Mungkin ada yang pernah mendengar dari istri, anak, atau teman saya. Benarkah? Bisa saja benar. Namun, ada kemungkinan salah. Yang paling benar—dan pasti tidak salah—adalah saat saya sendiri yang mengungkapkannya.
Misteri
Demikian pula dengan Allah. Tegas-tegas orang Kristen, mengadopsi iman Yahudi, menyatakan bahwa Allah itu Esa. Dalam Kitab Ulangan 6:4 tertera: ”Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!”
Itu jugalah yang orang tua ajarkan kepada saya. Ketika saya masih kanak-kanak, orang tua saya mengajarkan kami lagu ”Hormat bagi Allah Bapa”, tentu dengan versi Nyanyian Rohani karena Kidung Jemaat belum terbit: Hormat bagi Allah Bapa, hormat bagi anak-Nya, hormat bagi Roh Penghibur, Ketiganya yang Esa. Haleluya, haleluya, Ketiganya yang Esa. Keesaan Allah itulah yang ditanamkan orang tua kepada saya.
Sekali lagi, keesaan Allah itulah yang dinyatakan Alkitab. Namun, harus diakui itu tak mudah dipahami, apalagi diterima banyak orang. Terlebih ketika mereka mendengar lagu tadi. Bagaimana mungkin ketiganya itu esa. Tiga kok esa.
Keesaan Allah itulah yang dinyatakan Alkitab. Namun demikian, kita tidak bisa menutup mata bahwa Allah yang Esa itu menyatakan diri-Nya dalam—saya memakai istilah Pak Niftrik dan Boland—tiga cara berada. Allah menyatakan diri dalam Bapa dan Anak dan Roh Kudus. Orang Kristen tidak mungkin menutup mata dengan kenyataan ini. Sehingga gereja membuat rumusan Allah Trinitas.
Bagaimana kesatuan-Nya meniga atau ketigaan-Nya menyatu? Kita harus mengakui bahwa ini merupakan misteri iman. Dan enggak apa-apa jika ini merupakan misteri.
Demi Manusia
Sekali lagi, kita mengenal Allah sejauh Allah memperkenalkan diri-Nya kepada kita. Kalau Allah memperkenalkan diri-Nya kepada kita melalui Alkitab dalam Bapa dan Anak dan Roh Kudus, bagian kita adalah menerimanya saja. Apalagi jika kita boleh memahami bahwa semuanya itu dilakukan demi manusia.
Keberadaan itu bukan untuk diri-Nya sendiri, tetapi untuk manusia. Paulus dalam suratnya: ”Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah melalui Tuhan kita Yesus Kristus. Melalui Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman ke dalam anugerah ini. Di dalam anugerah ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah” (Rm. 5:1-3).
Mungkin tak terlalu mudah kita pahami. Dalam Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini tertera: ”Sekarang kita sudah berbaik kembali dengan Allah, karena kita percaya. Dan oleh sebab itu kita hidup dalam kedamaian dengan Allah melalui Tuhan kita Yesus Kristus.” Jelas bahwa Yesus Kristus memungkinkan kita menghayati kasih Allah. Kalau hari ini kita juga merayakan sakramen perjamuan atau perjamuan kasih, kita sedang meragakan kembali kasih Allah. Ketika merayakan sakramen perjamuan ingatlah bahwa Allah Bapa begitu mengasihi kita sehingga merelakan Anak-Nya mati bagi kita.
Dan kalau kita boleh percaya atau bisa percaya itu hanya karena kuasa Roh Kudus. Pemahaman semacam itu hanya mungkin terjadi jika manusia terbuka terhadap karya Roh Kudus. Roh Kudus memainkan peranan khas dalam diri manusia untuk mampu menyambut penyelamatan Allah itu. Roh Kuduslah yang memampukan manusia merasakan kasih Ilahi itu dan hidup dalam damai sejahtera. Roh Kuduslah yang memampukan manusia mengenal kasih Allah melalui pengorbanan dan pengurbanan Anak-Nya.
Itu hanya mungkin terjadi jika dan hanya jika manusia manusia merelakan diri dipimpin Roh Kudus. Itulah yang dinyatakan Yesus Orang Nazaret kepada para murid-Nya: ”Namun, apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran…” (Yoh. 16:13).
Dan penulis Amsal menyatakan bahwa hikmat Allah itu telah ada sejak permulaan zaman (Ams. 8:22). Gereja memahami bahwa hikmat Allah dalam Kitab Amsal ini adalah Roh Kudus. Dia tak sekadar kuasa, melainkan pribadi nyata. Penulis Amsal juga menyatakan bahwa hikmat Allah berperan dalam penciptaan dan membimbing manusia untuk mengenal Allah.
Dengan kata lain, hikmat Allah bekerja dalam diri manusia agar mampu memenuhi panggilannya selaku ciptaan Tuhan yang mulia. Hikmat itu pulalah yang memampukan manusia untuk memandang hidupnya melalui sudut pandang Sang Pencipta.
Undangan Menjadi Keluarga Allah
Namun demikian, jangan biarkan pemahaman tentang Trinitas tinggal pemahaman. Jangan biarkan dogma trinitas menjadi sekadar pemuas intelektuan iman kita. Sebenarnya inti semuanya ini jelas: Allah ingin bersekutu dengan manusia. Saudara dan saya diundang dalam persekutuan itu. Saya memandang bahwa kemuliaan dan hormat sebagaimana dinyatakan Daud dalam mazmurnya, bukanlah sekadar anugerah akal budi yang membuat manusia tidak sama dengan ciptaan Allah lainnya. Lebih dari itu, kemuliaan dan hormat itu adalah undangan untuk berelasi kembali dengan Allah. Undangan untuk menjadi anak-anak Allah. Undangan menjadi keluarga Allah.
Karena telah menjadi keluarga Allah, kita diundang pula untuk berkarya bersama Allah. Caranya? Hidup sebagaimana Kristus hidup. Ketika hari ini kita makan roti sebagai lambang tubuh Kristus dan minum anggur sebagai lambang darah Kristus, maka tubuh dan darah Kristus itu menyatu dalam diri kita.
Oleh karena itu, marilah kita memperlihatkan Kristus yang ada dalam diri kita. Biarlah pikiran kita adalah pikiran Kristus, biarlah kata-kata kita adalah kata-kata kristus, biarlah tindakan kita adalah tindakan Kristus.
Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media Anda
Foto: Istimewa