Sibuk, Tetapi Jangan Larut

Published by Yoel M. Indrasmoro on

”Lalu pergilah Ia ke seluruh Galilea memberitakan Injil dalam rumah-rumah ibadat mereka dan mengusir setan-setan” (Mrk. 1:39). Demikianlah perikop ini ditutup. Perhatikan kata-kata yang dipakai penulis: ”pergilah Ia ke seluruh Galilea”. Penulis Injil Markus agaknya hendak menyatakan bahwa tidak ada tempat di seluruh Galilea yang tidak disambangi Yesus Orang Nazaret.

Yesus Orang Nazaret memang tidak sedang piknik. Ia memberitakan Kerajaan Allah baik dengan kata maupun karya. Dengan kata lain, Yesus Orang Nazaret adalah Pribadi yang Sibuk. Tetapi, tentu saja tidak sibuk dengan urusan-Nya sendiri, tetapi sibuk memenuhi kebutuhan orang lain.

”Menjelang malam, sesudah matahari terbenam, dibawalah kepada Yesus semua orang yang menderita sakit dan yang kerasukan setan. Seluruh penduduk kota itu pun berkerumun di depan pintu” (Mrk. 1:32-33). Agaknya inilah tekanan penginjil Markus: Yesus adalah Pribadi yang Sibuk.

Hakikat Allah Bapa

Kelihatannya Yesus—Allah yang menjadi manusia—hendak memperlihatkan bahwa itu jugalah hakikat Allah Bapa: sibuk melayani umat-Nya.

Bertaburannya kata kerja yang dipakai Pemazmur—”membangun”, ”mengumpulkan”, ”menyembuhkan”, ”membalut”, ”menentukan”, ”menyebut”, ”menegakkan”, ”merendahkan”, ”menutupi”, ”menyediakan”, ”membuat”, ”memberi makanan” (Mzm. 147)—menggambarkan Allah sebagai Pribadi yang sibuk melayani ciptaan-Nya.

Lelahkah Yesus? Jawabnya tentu saja! Yesus adalah manusia sejati. Dia bukan superman. Dan karena itu Dia lelah.

Rahasia di Balik Kesibukan Yesus

Akan tetapi, inilah rahasianya: semua pelayanan itu bersumber pada hubungan-Nya dengan Bapa. Markus mencatat: ”Keesokan harinya, waktu masih subuh, Yesus bangun lalu meninggalkan rumah. Ia pergi ke tempat yang sunyi di luar kota, dan berdoa di sana” (Mrk. 1:35, BIMK).

Kesibukan tidak membuat Sang Anak melupakan Bapa-Nya. Kesibukan justru mendorong Dia lebih intens dalam persekutuan dengan Bapa.

Ini mungkin persoalan banyak orang: mengira Allah sungguh maklum dengan kesibukannya. Akhirnya mereka menjadi lelah sendiri dan kehilangan orientasi. Ujung-ujungnya perasaan hampa.

Kesibukan bisa mendorong manusia hanya berorientasi pada hasil. Untuk hal macam begini, Bunda Teresa punya nasihat: ”Kita tidak dipanggil untuk berhasil, tetapi untuk setia”. Dan itu hanya mungkin terjadi dalam persekutuan dengan Allah.

Itulah yang dilakukan Sang Anak. Demam penyembuhan telah melanda Kota Kapernaum. Seusai hiruk pikuk dan urusan dengan orang banyak, Yesus mencari tempat sepi untuk merenungkan kehendak Bapa terhadap diri-Nya. Kesimpulannya: tak perlu lama-lama di Kapernaum. Kota-kota lain juga perlu disapa karena itulah maksud kedatangan-Nya!

Bagaimana dengan Kita?

Kita boleh sibuk, tetapi jangan larut! Terlalu sibuk hanya akan membuat kita lupa apa yang terpenting dalam hidup!

Terlalu sibuk juga dapat menjerumuskan kita pada pengandalan diri sendiri. Hudson Taylor, misionaris di Cina dan pendiri OMF mengatakan: ”Kalau kita bekerja, kita bekerja; tetapi kalau kita berdoa, Tuhan [turut] bekerja.” Terlalu sibuk, justru harus berdoa! Ini judul buku karya Bill Hybells.

Yesaya bernubuat: ”orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru” (Yes. 40: 31). Yesaya tidak menubuatkan bahwa orang-orang yang mengandalkan Tuhan itu tidak akan menjadi lelah. Tidak. Namun, mereka mendapat kekuatan baru, atau mendapat kesegaran baru.

Dengan kata lain, Jangan hanya andalkan diri sendiri. Itu akan membawa kita pada kesombongan pribadi. Hanya orang yang tinggi hatilah yang bisa jatuh. Dan akhirnya frustasi karena manusia memang bukan superman.

Andalkan Allah

Dan itu jugalah yang ditegaskan pemazmur: ”Kesukaan TUHAN bukanlah kuda yang kuat; bukan juga pejuang yang berani. TUHAN senang kepada orang yang takwa, kepada orang yang tetap mengharapkan kasih-Nya” (Mzm. 147:10-11, BIMK).

Karena semua alasan itulah, tampaknya Yesus sengaja meninggalkan Kapernaum. Sang Guru dari Nazaret sungguh memahami motivasi orang-orang yang mencari Dia. Sang Guru tidak ingin menjadi tokoh di mana orang hanya menjadikan Dia sebagai sumber berkat, tidak lebih. Ujung-ujungnya demi kesenangan dan kemuliaan manusia.

Bagaimanapun, Yesus tidak sekadar tabib. Kehadiran-Nya di dunia tidaklah menjalankan demo penyembuhan semata. Dia sesungguhnya adalah Juruselamat Sejati yang akan membawa orang kembali kepada Tuhan.

Persekutuan dengan Allah itulah yang hendak ditawarkan Yesus. Penyembuhan dan pengusiran setan hanyalah salah satu indikasi persekutuan antara Allah dan manusia. Dengan kata lain, Allahlah yang menjadi pusat hidup manusia. Sekali lagi, fokus kepada Allah. Itulah kabar baik! Dan karena itu, Yesus meninggalkan Kapernaum. Injil memang buat semua orang.

Nasihat Paulus

Kisah Pelayanan Yesus dan murid-murid-Nya mengingatkan kita pula, orang-orang percaya abad XXI, untuk menjadikan kemuliaan Allah sebagai tujuan utama dalam pekabaran Injil. Dan karena itu, Paulus juga menyatakan: ”Jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri” (1Kor. 9:16). Sebab kekuatan kita pun berasal dari Allah. Dan memang tidak ada yang bisa kita sombongkan: pelayanan adalah milik Allah.

Kita hanya alat. Tentu saja, sebagai alat kita boleh bangga, tetapi jangan sombong. Pelayanan seharusnya membuat para pelayan menjadi semakin rendah hati. Pelayanan kita semestinya membuat orang merasakan pelayanan Allah sendiri. Jadi, kita jangan sibuk sendiri. Biarlah Allah yang sibuk melayani umat-Nya melalui kita.

Kemuliaan hanya bagi Allah. Soli Deo Gloria. Amin.

Yoel M. Indrasmoro

Foto: Istimewa