Yesus Raja Semesta

Published by Yoel M. Indrasmoro on

”Apakah Engkau raja orang Yahudi?” (Yoh. 18:33). Kalimat itu keluar dari mulut Pontius Pilatus. Tampaknya Sang Gubernur ingin mendapatkan keterangan dari sumber pertama. Ia ingin mendapatkan jawaban dari Yesus Orang Nazaret.

Kalimat itu bukanlah kalimat interogasi biasa. Sebagai pemimpin sidang, Pontius Pilatus tidak bersikap netral. Sang Gubernur berpentingan kala bertanya. Bisa jadi, Pilatus gelisah menanti jawab.

Makna di Balik Tanya

Bagi Pilatus jawaban Yesus sangat signifikan. Jika Yesus mengklaim diri raja, terancamlah kestabilitan politik di Yudea.

Pada masa itu Kaisar Romawi mengangkat Herodes sebagai raja boneka. Jika Yesus memaklumkan diri sebagai raja, muncullah kepemimpinan ganda yang berpotensi menimbulkan gesekan horisontal. Rakyat mungkin akan memihak Yesus karena merasa dipedulikan nasibnya.

Inilah makna utama di balik pertanyaan tersebut: ketakstabilan politik. Kaisar Roma akan menuntut pertanggungan jawab jika terjadi kerusuhan. Besar kemungkinan Pilatus dipecat.

Selama ini Herodes telah memperlihatkan kerja sama yang baik dengan penjajah Romawi. Kekaisaran Romawi belum bisa menebak apa yang diinginkan Yesus. Jika Dia menggerakkan rakyat untuk memberontak, bukankah hanya merepotkan kekaisaran?

Menarik disimak, Yesus tidak langsung menjawab pertanyaan itu. Sang Guru balik bertanya, ”Apakah engkau katakan hal itu dari hatimu sendiri, atau orang lain yang mengatakannya kepadamu tentang Aku?”

Yesus piawai bertanya. Dengan pertanyaan itu, Ia hendak mengajak Pilatus bercermin. Guru dari Nazaret itu mendorong kawan bicaranya itu untuk mempertanyakan kembali: ”Adakah motif tersembunyi di balik pertanyaan itu?”

Yesus hendak mengajak Pilatus menegaskan posisinya. Yesus hendak mendorong Pilatus bersikap jujur. Tak heran, Pilatus gusar dengan pertanyaan Yesus. Tak pernah diduganya, Sang Pesakitan dari Nazaret berani menjawab pertanyaan dengan pertanyaan? Sang Gubernur agaknya sulit menjawab pertanyaan sederhana itu. Dia merasa ditelanjangi!

Bersaksi tentang Kebenaran

Pilatus sulit bersikap jujur. Meski memiliki motif terselubung, Sang Gubernur tak berani mengakuinya. Ucapan yang keluar dari mulut Pilatus—”Bangsa-Mu sendiri dan imam-imam kepala yang telah menyerahkan Engkau kepadaku” (Yoh. 18:35)—menyiratkan bahwa dia merasa lebih berkuasa. Dialah hakim dan Yesuslah terdakwanya.

Kepada Pilatus, Yesus menyatakan bahwa kerajaan-Nya bukanlah saingan kerajaan-kerajaan duniawi. Dia tidak akan menggerakkan para pengikut-Nya untuk melawan Kekaisaran Romawi. Dengan tegas Yesus menyatakan, kedatangan-Nya ke dunia ialah untuk memberi kesaksian tentang kebenaran.

Jelaslah,  Yesus memaklumkan diri sebagai raja. Jika Pilatus bicara soal wilayah dan bangsa Yahudi, Yesus menyatakan bahwa kerajaan-Nya lebih luas dari itu.

Namun, Pilatus boleh lega karena Kerajaan Yesus itu tidaklah berorientasi pada politik duniawi. Karena itu, Yesus tidak akan pernah mengajak para pengikut-Nya melawan Kekaisaran Romawi.

Yesus adalah raja. Kerajaan-Nya melewati batas-batas wilayah duniawi. Misi kerajaan-Nya ialah memberi kesaksian tentang kebenaran. Dan kebenaran itu adalah ”Yesus mengasihi kita, dan dengan kematian-Nya Ia membebaskan kita dari dosa-dosa kita, dan menjadikan kita suatu bangsa khusus imam-imam, yang melayani Allah, Bapa-Nya.” (Why. 1:5, BIMK).

Yesus menghadirkan Allah kepada manusia di dunia ini dan memenuhi rencana penyelamatan-Nya. Dialah raja tanpa semarak. Dialah raja yang membasuh kaki para pengikut-Nya. Dialah raja yang melayani dan menjadi hamba semua orang.

Gaya kerajaan-Nya bertolak belakang dengan kerajaan dunia pada umumnya. Jika kerajaan dunia menekankan hierarki, maka kerajaan-Nya lebih menekankan persekutan. Semua orang dalam kerajaan-Nya adalah hamba dari Sang Raja Agung, yang juga telah menyatakan diri-Nya sebagai hamba semua orang. Kerajaan-Nya meliputi segala sesuatu. 

Karena itulah, semua orang dari segala bangsa, suku bangsa dan bahasa mengabdi kepadanya. Kekuasaannya ialah kekuasaan yang kekal, yang tidak akan lenyap, dan kerajaannya ialah kerajaan yang tidak akan musnah (lih. Dan. 7:14).

Minggu Kristus Raja Semesta

Minggu 24 November 2024 merupakan minggu terakhir tahun gerejawi; biasa disebut Minggu Kristus Raja Semesta Alam. Yesus memang bukan raja dalam pengertian politik duniawi, Dialah Raja Semesta Alam. Dia lebih berkuasa dari raja mana pun. Dialah Raja segala raja.

Setiap penguasa pada setiap zaman, termasuk Pontius Pilatus, ditantang untuk mengakui Yesus sebagai raja. Kita, manusia abad XXI, juga ditantang untuk mengambil sikap: mengakui Yesus sebagai raja atau tidak. Untuk itu, perlulah kita bertanya: Siapakah yang berkuasa dalam hidup kita?

Kalau kita berkata: ”Yesuslah raja!”, kita tak berhak mengklaim diri sebagai raja-raja kecil. Sebaliknya, sebagai anggota kerajaan-Nya itu, kita harus bersikap dan bertindak sebagai hamba dari semua orang.

Raja-raja kecil tak mendapatkan tempat dalam Kerajaan itu karena Sang Raja sendiri lebih memilih menjadi hamba ketimbang tuan. Ya, menjadi hamba! Itulah panggilan hidup setiap orang yang mengaku: ”Yesus Raja Semesta Alam!”

Yoel M. Indrasmoro

Foto: Istimewa