Adakah yang Terlalu Mahal untuk Sebuah Cinta?

Published by Yoel M. Indrasmoro on

Adakah yang terlalu mahal untuk sebuah cinta? Berapakah sesungguhnya harga cinta itu? Bagi mereka yang sedang jatuh cinta, kelihatannya tidak ada yang terlalu mahal untuk cinta.

Kita mungkin pernah mendengar atau malah mengucapkannya: ”Lautan luas ’kan kuseberangi, gunung tinggi ’kan kudaki, demi terwujudnya cinta di antara kita!” Agak klise. Terkesan naif dan mengada-ada. Namun, itulah kenyataannya.

Banyak orang telah membuktikan kesungguhan cinta mereka. Kalau perlu dengan nyawanya. Di setiap bangsa agaknya terdapat kisah cinta macam begini. Di Inggris terdapat kisah Romeo dan Yuliet, di Cina dikenal cinta San Pek dan Eng Tay, dan di Jawa kita mengenal drama cinta Roro Mendut dan Pronocitro. Dan semuanya berujung pada maut.

Bagi orang yang belum pernah jatuh cinta, tindakan tersebut terlihat konyol. Agak demonstratif dan sok pamer. Mungkin disebabkan karena mereka belum pernah memahami misteri cinta.

Di Betania

Ini jugalah yang terjadi di Betania. Yudas tak dapat menahan hatinya dan langsung protes. Tak habis dipikirnya ada orang yang begitu kekanak-kanakan. Yudas sungguh tidak mengerti tindakan Maria, yang seenaknya menggunakan minyak Narwastu untuk mencuci kaki Yesus. Dan karena itu, ia geram, yang mencuat dalam serapah, ”Mengapa minyak Narwastu itu tidak dijual tiga ratus dinar dan uangnya diberikan kepada orang-orang miskin?” (Yoh. 12:5).

Di mata Yudas tindakan Maria itu pemborosan. Masih banyak orang miskin butuh pertolongan, namun Maria tidak menolong mereka? Dan anehnya, Yesus membiarkan pemborosan tersebut berlangsung di depan mata-Nya.

Mengapa Yudas begitu marah kepada Maria?

Pertama, penulis Kitab Yohanes mencatat, kemarahan Yudas tidak timbul dari kepeduliannya terhadap orang miskin. Sebagai bendahara kelompok, Yudas acap menggelapkan uang untuk kepentingan sendiri. Yudas memandang orang miskin sekadar alat untuk menambah kekayaan pribadinya. Sebab, saat memberi ia juga mengambil keuntungan dari pemberian tersebut.

Kedua, agaknya Yudas belum bisa memahami misteri cinta. Dalam hal ini cinta Maria kepada Yesus. Yudas kelihatannya belum pernah jatuh cinta. Sehingga sulit baginya memahami tindakan Maria, yang memang didasari cinta kasih tulus. Mungkin Yudas belum sungguh-sungguh merasakan cinta Yesus. Orang yang belum pernah merasa dikasihi, mustahil dapat mengasihi orang lain. Orang yang belum pernah menerima kasih, tak akan mungkin dapat memberikan kasih kepada orang lain. Sebab, apa yang hendak diberi, jikalau sesorang belum pernah merasa menerima apa-apa?

Perbedaan Maria dan Yudas

Sepertinya, inilah yang membedakan Yudas dan Maria. Yudas belum sungguh-sungguh merasakan kasih Yesus. Tak heran jika Yudas menjual Yesus seharga 30 keping uang perak. Satu keping uang perak setara dengan tiga dinar nilainya. Jadi, Yudas hanya menghargai Yesus sebanyak 90 dinar. Dan ini masih kalah jauh dari Maria yang mempersembahkan minyak Narwastu murni seharga 300 dinar.

Bagaimana dengan Maria?

Maria telah merasakan cinta kasih Yesus. Baginya yang penting ialah membahagiakan hati Yesus. Maria memberi yang terbaik dari apa yang dapat dia berikan untuk Tuhannya. Yang penting baginya ialah menyatakan kasihnya kepada Yesus.

Merupakan hal wajar, jika Yudas mempersoalkan harga minyak tersebut. Satu dinar ialah upah pekerja harian dalam satu hari. Jika dibandingkan dengan keadaan sekarang, saat upah minimum regional sekitar Rp. 150.000,-, maka harga minyak tersebut menjadi Rp. 45 juta. Jumlah yang tidak sedikit. Dan Maria pun bukan orang kaya. Namun, tampaknya Maria tidak begitu memperdulikan perkara harga. Karena dia telah merasakan kasih Yesus dalam hidupnya. Bukankah Yesus telah membangkitkan Lazarus, saudaranya, dari kematian? Sehingga bagi Maria harga tak lagi menjadi soal. Tiga ratus dinar masih belum apa-apa dibanding dengan kasih yang telah dia rasakan. Maria sadar, apa yang dilakukannya masih belum sebanding dengan kasih Yesus.

Lazimnya, minyak Narwastu dipakai untuk rambut, tetapi Maria menggunakannya untuk meminyaki kaki Yesus. Dia membasuh kaki Yesus. Dalam Perjamuan malam, tak ada seorang pun yang mau mengambil alih tanggung jawab sebagai pembasuh kaki, sehingga Yesuslah yang harus membasuh kaki para murid-Nya. Maria adalah salah seorang yang telah membasuh kaki Tuhannya. Maria tidak termasuk dari kedua belas murid itu, tetapi dialah yang membasuh kaki Yesus. Kedua belas murid Yesus tidak ada yang dapat menyaingi Maria dalam hal ini.

Tak hanya itu. Maria menyeka kaki Yesus dengan rambutnya. Di Palestina pada masa itu, tak ada perempuan terhormat yang menguraikan rambutnya di muka umum. Hanya pelacurlah yang tidak menggunakan kerudung di depan orang banyak. Sepertinya, Maria pun tidak memikirkan hal tersebut. Demi kasihnya kepada Yesus, Maria melawan kelaziman dan adat istiadat yang berlaku. Dia tidak peduli akan dianggap pelacur oleh orang banyak. Sekali lagi, karena kasih Maria kepada Yesus. Bukankah masih banyak orang, sebelum melakukan sesuatu yang baik sekali pun, senantiasa berpikir: Bagaimana nanti kata orang mengenai tindakan yang akan dilakukannya? Seakan Maria hendak berkata: tidak ada yang terlalu mahal untuk sebuah cinta!

Bagaimana dengan kita?

Yoel M.Indrasmoro

Foto: Istimewa