Bapa Kami

Sabda-Mu Abadi | 30 Juli 2025 | Mat. 6:9a-9b
”Karena itu, kamu harus berdoa begini: Bapa kami yang di surga.”
Sebagaimana dalam setiap komunikasi, alamat sungguh penting dalam sebuah doa. Doa memang bukan pengumuman yang ditujukan kepada semua. Doa disampaikan kepada Allah sendiri. Dan Yesus melangkah lebih jauh dengan memperkenalkan sapaan ”Bapa kami.”
Sebutan ”bapa”, dalam bahasa Yunani Abba, merupakan sebutan hormat sekaligus akrab; tidak kaku, namun tidak bisa sembarangan dalam penyebutan. Ini sama halnya dengan sebutan ayah, bapak, papa, atau papi, juga babe. Sebutan ”bapa” memperlihatkan adanya relasi, dan si penyebut serentak menganggap dirinya sebagai anak. Anak yang sungguh merasa disayang, tetapi juga tidak mau bertindak kurang ajar.
Yesus merasa perlu mengaitkan sebutan ”bapa” dengan pronomina ”kami”, yang berarti Allah bukanlah milik diri sendiri, tetapi milik semua orang. Ungkapan ”Bapa kami” menyiratkan bahwa Allah adalah Bapa bagi banyak orang. Siratan macam begini mestinya mengingatkan kita bahwa berdoa bagi orang lain itu layak dilakukan. Karena Allah memang bukan hanya milik kita pribadi, yang hanya mengasihi kita saja.
Ungkapan ”Bapa kami” bukanlah ungkapan baru. Dalam Perjanjian Lama ungkapan ”Bapa kami” sudah dikenal meski jarang ditemukan. Yesaya bernubuat: ”Bukankah Engkau Bapa kami? Sungguh, Abraham tidak mengenal kami, dan Israel tidak mengakui kami. Ya TUHAN, Engkau sendiri Bapa kami; nama-Mu Penebus kami sejak dahulu kala” (Yes. 63:16). Dan Yesus memopulerkan kembali ungkapan itu.
Yang penting juga berkait ungkapan Bapa kami, menurut seorang imam Katolik Leo Tanner, ”Jangan katakan BAPA, kalau kamu tidak pernah bersikap seperti seorang anak, jangan katakan KAMI, kalau kamu hanya mau semuanya sendiri.” Ya, ada panggilan di balik ungkapan ”Bapa kami”.
Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media Anda
Berikut tautan untuk mendengarkan siniar Sabda-Mu Abadi:
n.b.: Dukung pelayanan digital kami via BCA-3423568450-Tangan Terbuka Media Anda!