Berhala-berhala
Sabda-Mu Abadi | 7 Juli 2024 | Kel. 20:4-6
”Jangan membuat bagimu berhala yang menyerupai apa pun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi. Jangan sujud menyembahnya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapak kepada anak-anaknya, sampai kepada keturunan ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku. Tetapi, Aku menunjukkan kasih setia kepada beribu-ribu keturunan, kepada mereka yang mengasihi Aku dan yang berpegang pada perintah-perintah-Ku.”
Pada firman kedua ini, umat Allah dilarang untuk menggambarkan Allah dan menyembah semua gambaran itu. Allah adalah Pribadi Hidup yang tidak boleh ditangkap atau dikerangkeng dalam imajinasi manusia dan diwujudkan dalam bentuk apa pun.
Ketika menggambarkan Allah sebenarnya manusia sedang membuat Allah menurut citra dirinya. Dan anehnya, citra diri manusia itulah yang disembah. Padahal yang benar: manusialah yang diciptakan Allah menurut gambar dan rupa Allah dan bukan sebaliknya. Ketika manusia menggambarkan Allah, secara tidak langsung manusia membuat Allah itu statis dan seturut dengan pemikirannya sendiri.
Berkait berhala, Paulus menulis: ”Mereka menggantikan kemuliaan Allah yang tidak fana dengan gambaran yang mirip dengan manusia yang fana, burung-burung, binatang-binatang yang berkaki empat atau binatang-binatang melata. Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada kecemaran sesuai dengan keinginan hati mereka, sehingga mereka saling mencemarkan tubuh mereka. Memang mereka menggantikan kebenaran Allah dengan dusta dan memuja dan menyembah makhluk dengan melupakan Penciptanya yang terpuji sampai selama-lamanya. Amin” (Rm. 1:23-25).
Mengapa manusia membuat berhala bagi dirinya? Kemungkinan besar karena dia bisa menyetir berhala itu sesuai keinginannya sendiri. Jika dinalar, pembuatan berhala itu bermuara pada keinginan manusia untuk menjadi tuhan. Ujung-ujungnya semua itu untuk kepentingan manusia. Dan ketika berhala yang satu tidak memuaskan dirinya, manusia bisa dengan mudah pindah ke berhala yang lainnya. Yang penting, menyembah apa yang sesuai dengan keinginannya sendiri.
Kita, orang percaya abad ke-21, kemungkinan besar tidak berpola pikir demikian. Namun, ketika kita menyatakan bahwa Allah itu seperti ini atau seperti itu—atau harus bertindak seperti ini atau seperti itu—sesuai dengan keinginan kita sendiri, kita juga sudah menciptakan berhala bagi diri kita sendiri. Dan ketika semuanya itu bermuara pada kepentingan diri sendiri, sebenarnya kita telah menuhankan diri kita sendiri. Ya, kita telah menjadi tuhan.
Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media
Klik tautan berikut ini untuk mendengar versi siniar: