Beria-rialah di Hadapan-Nya

Published by Yoel M. Indrasmoro on

Yesus telah naik ke surga dan para rasul menanti-nanti. Kelanjutan kisah kenaikan Yesus ke surga memang berbeda dengan kisah kematian-Nya. Ketika Yesus ditangkap dan mati; semua murid buyar. Mereka tidak berkumpul di suatu tempat.

Ada yang pergi ke kubur, ada yang mencari ikan, bahkan ada yang pergi ke luar kota. Tak seorang murid pun menantikan kebangkitan Yesus.

Agaknya mereka lupa perkataan Yesus sebelum ditangkap. Kalau pun ada yang ingat, ya para musuhnya, yang meminta Pilatus memerintahkan tentara untuk menjaga dan memeterai kubur itu.

Setelah kenaikan Yesus ke surga, para rasul dan para murid lainnya tidak pergi ke mana-mana. Mereka tetap tinggal di Yerusalem. Sepertinya mereka telah belajar dari pengalaman. Para rasul menanti-nanti. Mereka berusaha menaati perintah Yesus. Pengalaman sungguh guru yang baik.

Menanti bukan hal ringan, kadang menyebalkan. Para rasul agaknya memahami hal itu. Sehingga mereka tidak hanya bertopang dagu dalam menunggu. Mereka semua bertekun dengan sehati dalam doa Bersama (Kis. 1:14) Orang Kristen abad XXI agaknya perlu meneladani para rasul. Saat menunggu, ketimbang melamun, sebaiknya kita berdoa.

Hakikat Doa

Mengapa berdoa? Apa yang paling penting dalam doa? Apakah hakikat doa sesungguhnya? Dalam berdoa, kita menjadi semakin sadar bahwa kita tidak sendirian. Ketika kita sendirian berdoa, kita menjadi sadar bahwa kita memang tidak pernah sendirian. Kita bersama Allah. Dan yang lebih menghibur, kita bersama Sang Pemilik.

Inilah sumber sukacita kita! Dalam pembukaan Katekismus Heidelberg, tersurat demikian: ”Apakah satu-satunya penghiburan Saudara, baik pada masa hidup maupun pada waktu mati? Bahwa aku, dengan tubuh dan jiwaku, baik pada masa hidup maupun pada waktu mati, bukan milikku, melainkan milik Yesus Kristus, Juru Selamatku yang setia.”

Kita adalah milik Yesus Kristus. Saudara dan saya adalah milik Yesus Kristus. Tubuh dan jiwa kita bukan milik diri kita sendiri, tetapi milik Yesus Kristus. Dengan kata lain, jika terjadi apa-apa dengan kita, Yesus Kristus pasti tidak tinggal diam. Ia berkepentingan atas apa yang terjadi dalam diri kita. Yesus sayang kita!

Harus diakui tidak terlalu mudah percaya bahwa Yesus mengasihi kita apalagi ketika derita seperti enggan berpaling dari diri kita. Untuk itu Petrus memberikan nasihat: ”Bersukacitalah, sesuai dengan bagian yang kamu dapat dalam penderitaan Kristus, supaya kamu juga boleh bergembira dan bersukacita pada waktu Ia menyatakan kemuliaan-Nya” (1Ptr. 4:13).

Dalam Perjanjian Baru edisi Bahasa Indonesia Sederhana tertera: ”Kalian harus merasa gembira sebab kalian sudah ikut menderita seperti Kristus.” Dengan kata lain kita boleh merasa bangga karena dianggap layak menderita seperti Kristus. Kita dianggap kuat. Artinya, Allah tahu bahwa kita kuat.

Yang tak boleh kita lupakan, karena kita milik-Nya, Yesus Kristus senantiasa memberikan yang terbaik kepada kita! Itu telah dibuktikan melalui kematian dan kebangkitan-Nya. Di samping itu, kita juga boleh menjadi saksi bahwa Yesus Orang Nazaret berdoa untuk kita. Tingkat kepedulian seseorang tampak dari doanya. Saudara belum bisa dinyatakan peduli dengan orang atau organisasi sebelum Saudara berdoa untuknya. Dan, sekali lagi, Yesus berdoa untuk kita!

Doa Tuhan Yesus

Mari kita perhatikan doa Tuhan Yesus: ”Ya Bapa yang kudus, jagalah mereka dalam nama-Mu, yaitu nama-Mu yang telah Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita” (Yoh. 17:11).

Doa Tuhan Yesus ini sederhana. Ia meminta agar Bapa menjaga kita, milik-Nya. Dalam Alkitab Terjemahan Baru, untuk kata ”jagalah” dipakai kata ”peliharalah”. Dengan kata lain, dijaga artinya dipelihara agar umat Allah tetap menjadi satu. Mengapa? Sebab, kita milik-Nya.

Sepertinya, sekarang kita perlu bertanya, mengapa kesatuan menjadi hal yang penting di mata Tuhan? Dan bagaimana itu mungkin terjadi? Bukankah rambut sama hitam pendapat berbeda. Ada begitu banyak perbedaan di antara manusia yang agaknya membuat kita sulit bersatu.

Yang pertama dan terutama adalah setiap orang harus bersatu dahulu dengan dirinya sendiri. Dengan kata lain dia bisa menerima dirinya, apa adanya, sebagaimana Allah menciptakannya.

Bagaimana mungkin kita bisa menerima kekurangan orang lain, jika kita belum bisa menerima kekurangan diri kita sendiri? Kebanyakan orang yang tidak bisa menerima kelebihan orang lain biasanya karena dia memang belum bisa menerima kelebihan dirinya. Ketidaksatuan dalam komunitas biasa terjadi ketika ada orang yang merasa lebih dari yang lainnya atau ketika ada orang yang merasa kurang dari yang lainnya. Iri hati adalah duri dalam hidup bersama. Itu akan hilang dengan sendirinya ketika setiap orang percaya memahami bahwa dirinya adalah milik Allah.

Kita adalah milik Allah. Alasan inilah yang semestinya membuat kita berseru bersama Daud: ”Bernyanyilah bagi Allah, bermazmur bagi nama-Nya, tinggikanlah Dia yang mengendarai awan! Nama-Nya ialah TUHAN; beria-rialah di hadapan-Nya!” (Mzm. 68:5). Ya, beria-rialah di hadapan-Nya!

Yoel M. Indrasmoro

Foto: Istimewa