Biarkanlah Umat-Ku Pergi

Published by Admin on

Sabda-Mu Abadi | 3 Juni 2024 | Kel. 5:1-2

Datang tampak muka, pulang tampak punggung. Itulah yang dilakukan Musa dan Harun. Mereka tidak pergi begitu saja dari Mesir, juga tidak melakukan pemberontakan.

Meski bangsa Mesir telah menjadikan bangsa Israel budak, sesungguhnya mereka adalah tamu di tanah Mesir. Penguasa Mesir terdahululah yang telah mengundang nenek moyang mereka ke Mesir sebagai ungkapan terima kasih atas tindakan Yusuf, anak Yakub, yang telah menyelamatkan negeri dari bencana kelaparan global. Bangsa Israel adalah tamu. Agaknya itulah pesan tersirat yang disampaikan oleh Musa dan Harun.

Kepada Firaun, mereka menyampaikan pesan Allah: ”Biarkanlah umat-Ku pergi untuk mengadakan perayaan bagi-Ku di padang gurun” (Kel. 5:1). Dalam kalimat ini nyatalah bahwa Allah telah mengangkat Israel menjadi umat-Nya. Israel adalah umat Allah. Israel adalah milik Allah. Meski berstatus budak, Israel bukan milik bangsa Mesir, tetapi milik Allah. Ada hubungan kepemilikan di sini.

Namun, Firaun tidak mengizinkan. Dengan tegas Firaun berkata, ”Siapakah TUHAN itu yang harus kudengarkan firman-Nya untuk membiarkan orang Israel pergi? Aku tidak kenal TUHAN itu dan aku juga tidak akan membiarkan orang Israel pergi” (Kel. 5:2).

Memang Firaun yang sekarang tidak mengenal Allah. Namun, mustahil ia tidak mengetahui-Nya. Sejarah telah mencatatnya. Sekitar 400 tahun lalu, Firaun—yang mengundang Israel ke tanah Mesir—berkata kepada pengawainya setelah mendengar usulan Yusuf, ”Mungkinkah kita mendapat orang seperti ini, seorang yang penuh dengan Roh Allah?” (Kej. 41:38). Kepada Yusuf, Firaun bertitah, ”Oleh karena Allah telah memberitahukan semuanya ini kepadamu, tidak ada seorang pun yang begitu berakal budi dan bijaksana seperti engkau. Engkaulah yang menjadi pemegang kuasa atas istanaku, dan seluruh rakyatku akan diatur oleh perintahmu. Hanya takhta inilah kelebihanku daripadamu” (Kej. 41:40).

Itu berarti penguasa terdahulu telah mengakui kemahakuasaan Allah. Ia juga mengakui bahwa Yusuf adalah umat Allah. Dan semuanya tentu tercatat dalam arsip kerajaan.

Hanya persoalannya memang di sini. Firaun yang sekarang tak mau belajar dari sejarah. Yang dipikirkan hanyalah kepentingan ekonomi negeri. Karena itu, ia tidak mau mengabulkan permintaan Musa dan Harun. Dan ketika sang penguasa tak mau belajar sejarah, kehancuran bangsa sudah di ambang pintu.

Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media

Klik tautan berikut ini untuk mendengarkan versi siniar:

Foto: Unsplash/G. Kumar