Dianggap Layak
Sabda-Mu Abadi | 30 Mei 2024 | Kel. 3:1–4:17
Setelah 40 tahun tinggal di Midian, Allah memanggil Musa. Bisa jadi Musa merasa gentar. Bagaimanapun ia pernah mencoba membela orang Israel dengan membunuh seorang Mesir. Yang dibela bukannya berterima kasih, malah bertanya, ”Siapa yang mengangkat engkau menjadi pemimpin dan hakim atas kami? Apakah engkau bermaksud membunuh aku, sama seperti engkau telah membunuh orang Mesir itu?”
Kelihatannya Musa mulai kapok.Sehingga, ketika Allah mengutusnya untuk membebaskan orang Israel, Musa mengelak, ”Siapakah aku ini, sehingga aku yang akan menghadap Firaun dan membawa orang Israel keluar dari Mesir?” (Kel. 3:11). Musa tak lagi punya rasa percaya diri. Dan Allah dengan sabar menyatakan bahwa Ia akan menyertai.
Ketika Musa menanyakan identitas Sang Pengutus, Allah dengan sabar menyatakan nama-Nya. Saat Musa merasa tidak akan dipercaya Israel, Allah membuat mukjizat. Sewaktu Musa merasa tak pandai bicara, Allah menegaskan bahwa Dialah pencipta lidah manusia. Dan ketika Musa tetap menolak, Allah pun murka; yang membuat Musa menerima pengutusan dalam gentar.
Persoalan Musa adalah ia tidak merasa layak, meski Allah sendiri telah melayakkannya. Dianggap layak memang bukan berarti layak. Dianggap layak merupakan anugerah semata. Itu berarti hidup dalam anugerah, yang berarti pula menyediakan diri untuk terus menghidupi kelayakan itu.
Dan kelayakan terbesar dalam hidup manusia adalah ia dianggap layak untuk diselamatkan Allah. Dan karena itu, yang terlogis adalah menghidupi keselamatan itu. Karena dianggap layak, manusia dipanggil untuk mengasihi Allah dan manusia. Itu bukan pilihan, tetapi keniscayaan karena kita telah dianggap layak diselamatkan.
Juga dalam hidup berkeluarga! Keluarga tercipta karena calon suami menganggap calon istrinya layak menjadi istrinya. Demikian pula sebaliknya. Layakkah? Pasti tidak! Namun, suami dan istri, masing-masing menganggap layak calon suami dan calon istrinya. Dan jangan lupa, Allah juga menganggap mereka layak menjadi suami dan istri dalam bentuk berkat perkawinan.
Kalau sebuah keluarga mempunyai anak, itu berarti keluarga itu dianggap layak oleh Allah untuk memelihara anak. Dan jalan yang terlogis adalah melakukan tugas pendampingan anak dengan sebaik-baiknya. Sekali lagi karena dianggap layak!
Mari kita menghidupi kelayakan yang dianugerahkan Allah dengan setia! Baik dalam panggilan kita di tengah pekerjaan, pelayanan, maupun keluarga!
Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media
Klik tautan berikut ini untuk mendengarkan versi audio: