Dwifungsi

Saya dibesarkan di tengah keluarga yang sebagian berkecimpung di dunia asuransi jiwa. Menurut saya, agen asuransi adalah sebuah pekerjaan yang mulia karena membantu nasabah mempersiapkan segala sesuatu untuk keluarganya kelak. Menjadi agen asuransi juga sebuah prestise karena kita menjual sesuatu berdasarkan kepercayaan. Jadi, suatu kebanggaan tersendiri jika berhasil ”closing” calon klien. Dan tentu saja komisinya juga menjadi daya tarik.
Namun, setelah menikah, suami saya memberikan pilihan, apakah saya mau menjadi pengajar atau menjadi agen asuransi. Sebuah pilihan yang sulit karena saya suka keduanya. Dia, yang pernah mengalami pengalaman tidak baik dengan agen asuransi, mengatakan bahwa kedua pekerjaan itu tidak saling sinergis, walaupun saya sudah memberikan berbagai alasan kesinergisitasannya.
Mengajar murid itu harus mempunyai hati yang tulus, siapa pun dia, apa pun status keluarganya. Apakah ketulusan itu tetap ada, jika dibarengi dengan keinginan untuk mencari nasabah. Itu alasannya. Jika mau menjadi agen asuransi, jangan mengajar. Jika mau menjadi pengajar, jangan menjadi agen asuransi.
Mungkin ini pula yang sekarang menjadi alasan demo besar-besaran tentang dwifungsi TNI. DPR sudah menjelaskan agar di bulan puasa ini adik-adik mahasiswa berpikir positif tentang hasil Keputusan RUU Dwifungsi TNI yang rapatnya dilakukan secara tertutup di hotel Bintang 5. Namun, ternyata demo besar-besaran terjadi di berbagai kota, dengan tulisan yang menghendaki TNI kembali ke barak.
Bagaimana ini bisa terjadi?
Saya rasa ini masalah kepercayaan. Seberapa besar masyarakat Indonesia, dengan berbagai pengalamannya selama ini, dapat memercayai para wakilnya, dan para wakil rakyat mengemban tanggung jawabnya sebagai lembaga yang dipercayai membawa aspirasi masyarakat.
Semoga kita bisa saling memercayai, agar Indonesia baik-baik saja.
Tjhia Yen Nie
Foto: Istimewa