Kepemimpinan

Published by Admin on

Sabda-Mu Abadi | 27 Juni 2023 | 1Tim. 5:17-18

”Penatua-penatua yang baik kepemimpinannya patut dihormati dua kali lipat, terutama mereka yang dengan jerih payah berkhotbah dan mengajar. Sebab, Kitab Suci berkata, ’Janganlah engkau memberangus mulut lembu yang sedang mengirik,’ dan lagi ’seorang pekerja patut mendapat upahnya.’

Penatua adalah pemimpin jemaat. Dan karena itu, harus dihormati karena jabatannya. Namun, harus diakui, tak jarang ada penatua yang tidak menjalankan fungsi kepemimpinannya dengan baik. Oleh karena itu—melalui Timotius—Paulus menasihati warga jemaat untuk sungguh menghormati para penatua yang menjalankan tugas kepemimpinannya dengan baik.

Dalam Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini tertera: ”Pemimpin jemaat yang melakukan tugasnya dengan baik, patut diberi penghargaan dua kali lipat, terutama sekali mereka yang rajin berkhotbah dan mengajar.” Ya, mereka patut diberi penghargaan dua kali lipat, apa lagi para penatua yang berlatih diri untuk berkhotbah dan mengajar.

Tentu setiap penatua dipilih karena kemampuan berkhotbah dan mengajar, namun tak semua orang punya semangat dan kegigihan yang sama untuk mengasah keterampilan itu dengan sebaik-baiknya. Itu bisa dicapai melalui sekolah formal, juga bisa secara autodidak.

Sepertinya inilah asal mula jabatan pendeta dalam jemaat, yakni orang yang secara khusus memberikan dirinya sepenuh waktu untuk pelayanan pengkhotbah dan pengajar. Sehingga, mudah dinalar jika Paulus bicara soal pemenuhan kebutuhan hidup bagi tenaga penuh waktu ini.

Pada masa itu orang Yahudi melepaskan biji gandum dari bulirnya dengan menggunakan alat pengirikan yang diputar oleh sapi. Nah, sapi ini diperkenankan sembari berjalan memakan gandum yang diiriknya. Sebab sapi itu tentu tidak bisa ke mana-mana untuk makan. Sehingga memberangus mulut sapi yang sedang mengirik merupakan tindakan kejam.

Dengan kata lain, tenaga penuh waktu dalam jemaat itu tidak perlu mencari pekerjaan sampingan untuk menghidupi diri dan keluarganya. Namun, itu tidak berarti seorang hamba Tuhan melakukan tugasnya semata-mata untuk mendapatkan imbalan. Dan jika itu yang terjadi—semata-mata fokus pada imbalan—fungsi kepemimpinan rohaninya akan hancur berantakan.

Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media

Klik tautan di bawah ini untuk mendengarkan versi audio:

Foto: Unsplash/V. Agapov